Kolom

AI: Ancaman atau Harapan Anak Kita?

Pada tema Hari Anak Sedunia tahun 2025 adalah”My Day, My Rights”, ada satu entitas yang kini hadir dalam kehidupan anak yakni kecerdasan buatan (IA)

Editor: Irfani Rahman
Istimewa
AHMAD SYAWQI Pustakawan UIN Antasari Banjarmasin 

AI dapat memfilter konten berbahaya, mendeteksi cyberbullying, memblokir predator digital, dan memberi peringatan kepada orang tua tanpa harus mengintip privasi anak secara berlebihan. Jika dikembangkan dengan benar, AI justru bisa menjadi benteng terkuat bagi keamanan digital anak yang lebih cerdas.

Dunia kerja 2030–2040 akan didominasi pekerjaan yang melibatkan interaksi dengan AI.  Anak yang sejak dini diperkenalkan dengan AI secara sehat akan lebih siap menghadapi dunia kerja dimasa depan.

Mereka tak sekadar menjadi konsumen teknologi, tetapi kolaborasi anak dan AI menjadikan mereka kreator dan pemikir kritis. Dengan AI tentunya dapat membantu anak membuat gambar, musik, cerita, atau bahkan prototipe teknologi. Ini bukan untuk menggantikan kreativitas anak, tetapi memperluasnya.

Mengapa kita harus bertindak sekarang? Karena generasi anak saat ini adalah “generasi eksperimen”. Mereka tumbuh pada masa ketika regulasi belum siap, orang tua masih belajar, dan teknologi berkembang jauh lebih cepat daripada kebijakan. Jika kita tak membuat pagar batas yang jelas, AI dapat membentuk masa depan anak tanpa kendali manusia.

Hari Anak Sedunia 2025 adalah momentum tepat untuk menyatakan: Anak berhak atas masa depan digital yang aman, sehat, dan manusiawi. Solusi terbaiknya adalah kita bersama-sama menciptakan ekosistem AI yang ramah anak.

Dimulai dari keluarga, para orang tua sebagai garda terdepan yang harus berperan memberikan pengetahuan tentang Literasi Digital Keluarga. Dampingi anak saat bereksperimen dengan AI, bukan melarang tanpa penjelasan. Ajarkan anak membedakan dunia nyata dan dunia digital, serta terapkan aturan penggunaan gadget yang konsisten, bukan represif.

Di pemerintahan diharuskan juga memberikan regulasi negara yang tegas terhadap perlindungan data anak setara atau lebih tinggi dari standar privasi dewasa. Aplikasi edukasi wajib transparan tentang penggunaan dan penyimpanan data dan dilarang keras memprofilkan anak untuk iklan komersial.

Di sekolah juga harus dijadikan sebagai ruang aman digital. Sekolah harus menyediakan sarana bermain fisik yang cukup agar anak tidak bergantung pada layar dan ruang berekspresi untuk mendengar suara mereka.

Beri kesempatan anak untuk menyampaikan apa yang mereka sukai dan tidak sukai dari AI. Melalui Kurikulum literasi digital harus menjadi mata pelajaran wajib yang mampu mengembangkan kreativitas anak untuk membuat proyek teknologi kreatif sesuai minat mereka. Para Guru juga perlu dibekali pelatihan penggunaan AI dalam pembelajaran.

Pada momentum Hari Anak Sedunia 2025 ini, mari kita tegaskan bahwa dunia digital bukan hanya ruang bermain bagi teknologi, tetapi ruang hidup bagi anak-anak yang memerlukan perlindungan maksimal. Karena pada akhirnya, pertanyaannya bukan lagi “AI: ancaman atau harapan anak kita?”, melainkan: “Apakah kita siap memastikan AI menjadi harapan bagi masa depan mereka?”. (*)

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Hari-hari Terakhir

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved