Berita Nasional

Tak Hanya Polisi, TNI Duduki Jabatan Sipil Juga Didugat Syamsul Jahidin Cs ke MK

Syamsul Jahidin Cs kembali melakukan gugatan ke MK. Kali ini mempersoalkan TNI yang menduduki jabatan sipil.

Editor: M.Risman Noor
dok MK
ADVOKAT - Syamsul Jahidin seorang dosen dan juga pengacara asal NTB melakukan gugatan ke MK soal polisi tak boleh duduki jabatan sipil. Kini juga melakukan gugatan soal TNI isi jabatan sipil. 
Ringkasan Berita:
  • Pasal dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) diuji ke Mahkamah Konstitusi.
  • Pasal yang diuji adalah Pasal 47 ayat 1 UU TNI, terkait aturan ihwal tentara dapat menduduki jabatan sipil.
  • erkara ini terdaftar dengan nomor perkara 209/PUU-XXIII/2025. Pemohon adalah Syamsul Jahidin, Ratih Mutiara Louk Fanggi, Marina Ria Aritonang, dan Yosephine Chrisan Eclesia Tamba.
 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Berhasil melakukan gugatan dan dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK) kini Syamsul Jahidin Cs melakukan gugatan kembali.

Kalau sebelumnya berhasil melukan gugatan soal polisi isi jabatan sipil, kali ini mempersoalkan  tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang juga mengisi jabatan sipil.

Perkara ini sudah melewati dua kali tahap persidangan, yakni sidang perdana pada Jumat (7/11/2025) dan sidang perbaikan pada Kamis (20/11/2025).

Menariknya gugatan dilakukan orang yang sama Syamsul Jahidin  bersama teman-temannya Ratih Mutiara Louk Fanggi, Marina Ria Aritonang, dan Yosephine Chrisan Eclesia Tamba.

Baca juga: Ketum Kembali Dijabat KH Anwar Iskandar, Simak Daftar Lengkap Kepengurusan MUI 2025-2030

Baca juga: Hotel di Martapura Kabupaten Banjar Penuh Dipesan Jemaah Sekumpul

Pasal dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) diuji ke Mahkamah Konstitusi.

Pasal yang diuji adalah Pasal 47 ayat 1 UU TNI, terkait aturan ihwal tentara dapat menduduki jabatan sipil.

Perkara ini terdaftar dengan nomor perkara 209/PUU-XXIII/2025.

Para pemohon mempersoalkan pasal yang memberikan keleluasaan alternatif bagi prajurit TNI untuk menduduki jabatan-jabatan sipil tertentu, tanpa harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.

Perkara ini sudah melewati dua kali tahap persidangan, yakni sidang perdana pada Jumat (7/11/2025) dan sidang perbaikan pada Kamis (20/11/2025).

“Masalah konstitusional muncul karena pasal ini tidak membedakan secara eksplisit antara lembaga yang termasuk dalam sistem pertahanan negara dan lembaga yang bersifat sipil administratif,” ujar Syamsul dalam sidang pendahuluan.

Baca juga: Kematian Dosen Untag Tanpa Busana di Hotel Terungkap, Istri Sah AKBP Basuki Muncul Beri Keterangan

Menurut Syamsul dkk, Pasal 47 ayat (1) UU TNI bertentangan dengan arah kebijakan nasional yang mendorong perluasan lapangan kerja.

Mereka mengatakan masyarakat justru menghadapi maraknya PHK, meningkatnya pengangguran, dan sulitnya mendapatkan pekerjaan layak.

Sementara aturan tersebut memungkinkan prajurit TNI menduduki jabatan sipil tanpa harus mundur atau pensiun dari dinas aktif.

Menurut para pemohon, ketentuan ini memperparah ketimpangan akses terhadap jabatan sipil, membuka peluang dominasi militer dalam birokrasi, serta mengganggu prinsip meritokrasi dan kesetaraan hukum.

Mereka menilai norma ini menciptakan distorsi dalam sistem ketenagakerjaan, berpotensi menambah angka pengangguran, dan mencerminkan kegagalan negara memenuhi janji konstitusionalnya.

Selain itu, keberadaan prajurit aktif di jabatan sipil dianggap berisiko menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan, melemahkan supremasi sipil, dan memunculkan konflik kepentingan karena prajurit masih terikat sistem komando militer.

Baca juga: Pernah Viral Siswa Naik Baskom ke Sekolah,  Akses ke Sungai Buluh HST Kini Dibangun Titian

Mekanisme pengangkatannya yang tidak transparan juga dinilai dapat mengurangi netralitas birokrasi dan melanggar prinsip non-diskriminasi.

Karena itu, para Syamsul dkk meminta MK menyatakan Pasal 47 ayat (1) UU TNI bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mengikat.

Atau setidaknya dinyatakan inkonstitusional bersyarat, kecuali dimaknai bahwa prajurit hanya dapat menduduki jabatan di bidang keamanan, pertahanan, intelijen, siber, sandi negara, ketahanan nasional, pencarian dan pertolongan, perbatasan, penanggulangan bencana, penanggulangan terorisme, Kejaksaan RI, dan Mahkamah Agung.

Permohonan yang diajukan Syamsul Jahidin dan Sedangkan Christian Adrianus Sihite ke Mahkamah Konstitusi (MK) dikabulkan

Baca juga: Satu Barang yang Bikin Ivan Gunawan Kapok Menjualnya Saat Live TikTok, Padahal Produk Eksklusif

Gugatan Soal Polisi Isi Jabatan Sipil 

Syamsul Jahidin adalah mahasiswa doktoral sekaligus advokat dan Christian Adrianus Sihite yang sarjana ilmu hukum, sebelumnya ‘menggugat’ soal polisi aktif yang bisa duduki jabatan publik.

Mereka menyoroti praktik penempatan polisi aktif di jabatan sipil seperti Ketua KPK, Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kepala BNN, Wakil Kepala BSSN, dan Kepala BNPT, tanpa proses pengunduran diri atau pensiun.

Tapi pada Kamis (13/11/2025) siang, MK menyatakan Kapolri tidak lagi bisa menugaskan polisi aktif untuk menduduki jabatan sipil di luar institusi kepolisian, kecuali mereka sudah mengundurkan diri atau pensiun.

Putusan ini disampaikan dalam sidang perkara nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang menguji Pasal 28 Ayat (3) dan penjelasannya dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian.

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo di Ruang Sidang Utama, MK, Jakarta Pusat, Kamis (13/11/2025).

Baca juga: Dugaan Korupsi Rp 3,1 M di Disdik Banjarmasin, Perkara Naik ke Tahap Penyidikan

Hakim konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri sama sekali tidak memperjelas norma Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002.

“Yang mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan terhadap norma dimaksud,” kata Ridwan.

Perumusan yang demikian berakibat menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pengisian bagi anggota Polri yang dapat menduduki jabatan di luar kepolisian.

Sekaligus menimbulkan ketidakpastian hukum bagi karier ASN yang berada di luar institusi kepolisian.

Hal demikian menurut pemohon sejatinya bertentangan dengan prinsip netralitas aparatur negara, menurunkan kualitas demokrasi dan meritokrasi dalam pelayanan publik.

Serta merugikan hak konstitusional para pemohon sebagai warga negara dan profesional sipil untuk mendapat perlakuan setara dalam pengisian jabatan publik.

Baca juga: Pohon Tumbang di Sungai Sipai Martapura Timpa Jalan, Petugas Gabungan Lakukan Penanganan

Ketua MK, Suhartoyo menyatakan bahwa permohonan para pemohon dikabulkan seluruhnya. Hakim konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan bahwa frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam penjelasan pasal tersebut justru menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian hukum.

Saat ini, banyak anggota polisi aktif yang rangkap jabatan, menduduki posisi strategis tersebar di berbagai Lembaga atau  institusi sipil.  

Termasuk di antaranya di lembaha Komisi Perantasan Korupsi (KPK) yang sebelum sebelumnya tidak boleh sama sekali mendaftar komisioner sebelum dipastikan berstatus pensiunan.

Sumber : tribunnews.com

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved