Berita Viral

Pria Ini Telantarkan Istri Hamil Hingga Meninggal Dunia, Saat Sakit Tetap Memaksa Berhubungan Badan

Terdakwa kasus penelantar istri hingga meninggal dituntut hukuman mati oleh jaksa. Tapi hakim memvonisnya tiga bulan penjara

Sripoku.com
PENELANTAR ISTRI - Wahyu Saputra saat diamankan kepolisian atas kasus menelantarkan istri hingga meninggal. Dia akhinya hanya divonis hakim tiga bulan penjara, meski jaksa menuntut hukuman mati, Kamis (20/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Seorang pria di Palembang, Sumsel, menelantarkan istri yang hamil tiga bulan dalam kondisi sakit
  • Saat sakitnya makin parah, dia tak kunjung membawa istrinya berobat, malah memaksa berhubungan badan
  • Ketika akhirnya si istri meninggal pada Januari 2025 atau tiga bulan kemudian, si suami jadi terdakwa dan diancam hukuman mati, tapi akhirnya hanya dihukum 3 bulan penjara 

 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Pria bernama Wahyu Saputra sempat jadi perbincangan khalayak pada Januari 2025 lalu.

Dia dituding menelantarkan istrinya yang bernama Sindi Purnama Sari hingga meninggal dunia pada 23 Januari 2025.

Publik di Sumsel, khususnya Kota Palembang pun murka dan mengutuk keras ulah tak berperikemanusian lelaki itu.

Sekadar kilas balik, Wahyu dan Sindi menikah pada 2018. Mereka memiliki satu anak.

Pada akhir 2024 lalu, Sindi sedang hamil tiga bulan. 

Tapi, sejak November 2024 dia sakit batuk berdahak dan kondisinya memburuk.

Tapi, Wahyu tidak membawanya berobat ataupun memberi perawatan yang layak.

Memasuki Januari 2025, kondisi Sindi makin parah.

Tubuhnya sangat lemah, kurus, rambut penuh kutu dan muntah berulang. 

Tapi, Wahyu mengabaikan keadaan itu.

Bahkan dia memaksa berhubungan badan pada 9 Januari 2025 meski Sindi menolak karena sakit.

Pada 21 Januari 2025, saudara ipar Sindi melihat kondisinya yang sangat memprihatinkan. 

Keluarga Sindi kemudian datang dan membawa ke RS Hermina Jakabaring untuk dirawat di ICU.

Baca juga: Bunuh Istri Hamil dan Dua Anak Balitanya, Pria di Berau Kaltim Ini Masih Bicara Ngelantur

Pada 22 Januari 2025 Sindi mengaku kepada keluarganya, dia tidak diberi makan, tidak diberi obat, dan sering diancam sang suami. 

Setelah kondisinya memburuk dan mengalami henti jantung, Sindi meninggal dunia pada 23 Januari 2025. 

Kejadian itu pun akhirnya menyeret Wahyu berurusan dengan hukum.

Dia jadi terdakwa kasus menelantarkan istri hingga meninggal dunia dan disidang di PN Palembang. 

Kamis pekan lalu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) sampaikan tuntutan  hukuman mati berdasarkan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. 

Tapi pada sidang pembacaan vonis, Kamis (20/11/2025), majelis hakim yang diketuai Chandra Gautama, memutuskan lain.                

Mereka hanya menjatuhkan vonis tiga tahun penjara kepada Wahyu Saputra. 

Sedangkan terdakwa mengikuti persidangan melalui online, tampak lega dan bersyukur. 

Hakim menilai unsur-unsur dalam Pasal 340 KUHP tidak terpenuhi, sehingga tuduhan pembunuhan berencana tidak dapat dibuktikan.

Sementara menurut pertimbangan majelis hakim perbuatan terdakwa melanggar Pasal 49 huruf a tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Sebagaimana dakwaan ketiga JPU.

"Menyatakan terdakwa Wahyu Saputra terbukti secara sah bersalah melanggar Pasal 49 huruf a tentang kekerasan dalam rumah tangga, sebagaimana dakwaan ketiga jaksa penuntut umum. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan penjara selama 3 tahun," ujar hakim saat membacakan vonis.

Singgung Pemerintah dan Lingkungan

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyinggung kalau kesalahan dalam kasus tersebut tidak sepenuhnya ada pada terdakwa. 

Tetapi juga dipengaruhi oleh ketidakpedulian lingkungan sekitar, termasuk pemerintah setempat dengan kondisi korban dan keluarganya.

Hakim menyampaikan, kasus penelantaran berat seperti ini harusnya bisa dicegah kalau pemerintah setempat aktif memantau situasi sosial warganya.

Lalu kondisi ekonomi keluarga terdakwa yang serba kekurangan, minimnya akses layanan kesehatan, serta lemahnya pengawasan sosial dianggap menjadi faktor yang turut memperburuk situasi hingga akhirnya merenggut nyawa Sindi.

"Seharusnya pemerintah tidak abai terhadap kesejahteraan masyarakat. Ketika ada warga yang hidup dalam kondisi tidak layak dan membutuhkan pertolongan, negara hadir. “

“Namun dalam kasus ini, lingkungan dan pemerintah pun tampak tidak berperan," bunyi petikan vonis yang dibacakan hakim.

JPU Kejari Palembang langsung menyatakan banding, karena menilai putusan hakim terlalu ringan bagi perbuatan yang mereka anggap keji dan menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.

Eka Sulastri dan Azriyanti kuasa hukum terdakwa menyampaikan sependapat dengan vonis hakim, dikarenakan ekonomi terdakwa turut memperparah kondisi korban.

"Dalam pembelaan kami menyampaikan ini disebabkan kelalaian terdakwa. Pendapat majelis hakim kami juga sepakat, karena seharusnya pemerintah setempat tahu kondisi ekonomi warganya, terdakwa ini kan kerjanya cuma tukang pijat bekam," tuturnya.

(Sripoku.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved