KPK Effect
UNTUK apa menghukum orang berat-berat. Di Malaysia tidak ada orang yang dihukum lebih dari tiga tahun. Kalau KUHP ini diterapkan tidak akan
UNTUK apa menghukum orang berat-berat. Di Malaysia tidak ada orang yang dihukum lebih dari tiga tahun. Kalau KUHP ini diterapkan tidak akan ada hukuman berlapis. Sudah dipenjara, disuruh bayar denda, harta dirampas, dimiskinkan. Di KUHP hukumnya penjara saja, selesai.
Tidak akan menimbulkan efek jera? Memangnya orang dihukum lama-lama jadi jera? Coba tanya koruptor yang sudah dihukum dan sekarang keluar. Apakah mereka jera? Tidak. Mengaku salah saja tidak.
Itulah sepenggal tanya jawab wartawan Tempo dengan Prof Dr Andi Hamzah, Guru Besar Universitas Trisakti, Jakarta yang merupakan Ketua Tim Perumus KUHAP (Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana) dan perumus KUHP (Kitab Undang Undang Hukum Pidana) yang keduanya kini masuk jadwal pembahasan oleh Komisi III DPR. (Tempo 3-9 Maret 2014).
Orang khawatir kalau KUHP dan KUHAP diundangkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan lemah karena wewenangnya dipangkas. Semisal wewenang penyadapan harus seizin hakim, tidak boleh lagi ada penyelidikan tapi langsung penyidikan.
Juga soal hukuman, dalam UU Tipikor hukuman koruptor cukup berat, sedang di KUHP lebih ringan. Padahal semua nanti harus mengacu ke KUHP dan KUHAP. Soal ringannya hukuman jawaban Prof Andi Hamzah seperti yang tertera di atas. Para pegiat anti korupsi tidak bisa menerima.
Saya sengaja angkat cuplikan wawancara itu untuk memudahkan kita dalam membaca pikiran para perumus KUHP dan KUHAP dan bagaimana kelak nasib bangsa ini.
Pembahasan di Komisi III untuk sementara terhenti karena ada Pemilu dan setelah Pilpres akan dibuka kembali. Artinya masih akan ada upaya, yang dalam bahasa awam, melumpuhkan KPK.
Orang-orang yang terlibat dalam pembahasan ini ada yang tidak terpilih menjadi anggota DPR lagi tapi banyak yang masih bertahan.Eva Kusuma Sundari (PDIP) terjegal masuk Senayan di Dapil Jawa Timur.
Tapi orang yang gigih mengritik KPK masih bertengger, misalnya Fachri Hamzah (PKS), Syarifuddin Suding (Hanura), Desmon J Mahesa (Gerindra) dan Azis Syamsudin (Golkar). Belum jelas bagaimana nasib A Yani (PPP) yang selama ini termasuk orang paling vokal di Komisi III. Begitu pula nasib Bambang Susatyo (Golkar).
Menteri Hukum dan Perundangundangan Amir Syamsudin (Demokrat) yang bertanggung jawab atas RUU KUHP dan KUHAP, gagal di Dapil Sulawesi Tenggara. Sebagai menteri dia sudah menyatakan tidak akan menarik rancangan KUHAP dan KUHP. Jadi pembahasan jalan terus, meskipun KPK, Polri dan Kejaksaan protes.
***
Tentu kita hanya bisa berharap agar mereka yang duduk di Komisi III hasil Pemilu 2014 lebih menunjukkan tanggung jawabnya dalam melindungi kepentingan bangsa dari korupsi. Bukan sekadar mengumbar dendam dan sakit hati karena banyak rekannya yang diciduk, atau malahan yang bersangkutan masih diincar KPK.
Seperti diketahui 90 persen calon legislatif adalah wajahlama. Jadi terlalu naif kalau kita berharap di DPR ada perubahan besar. Namun demikian wajah baru diharapkan bisa memberikan warna lain pada DPR.
Bisa dibayangkan bagaimana seandainya KUHP dan KUHAP diundangkan sesuai dengan naskah yang ada. KPK tidak akan bisa lagi menangkap gembong-gembong koruptor seperti selama ini.
Belakangan bahkan menangkap orang yang selama ini jadi partner kerjanya, mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Purnomo, tepat saat memasuki masa pensiun. KPK juga menangkap pejabat Departemen Dalam negeri yang diduga merugikan negara lewat poyek E-KTP. Dia tentu tidak sendiri, KPK sudah punya daftarnya.

 
							 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					![[FULL] Ulah Israel Buat Gencatan Senjata Gaza Rapuh, Pakar Desak AS: Trump Harus Menekan Netanyahu](https://img.youtube.com/vi/BwX4ebwTZ84/mqdefault.jpg) 
				
			 
											 
											 
											 
											