BPost Cetak

Ingatkan Iuran 1 Januari Naik, Ternyata BPJS Tunggak Obat Rp 6 Triliun

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan diduga menunggak pembayaran obat ke Pedagang Besar Farmasi (PBF).

Editor: Hari Widodo
BPost Cetak
BPost Edisi Senin (16/12/2019) 

BANJARMASINPOST.CO.ID, JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan diduga menunggak pembayaran obat ke Pedagang Besar Farmasi (PBF).

Tunggakan tersebut berasal dari Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI), Darodjatun Sanusi, mencatat tunggakan pembayaran obat BPJS Kesehatan hingga akhir November 2019 diperkirakan sudah mencapai Rp 6 triliun.

Angka itu kata Darodjatun, belum termasuk tunggakan Apotek PRB (Program Rujuk Balik) BPJS Kesehatan ke PBF yang nilainya diperkirakan lebih dari Rp 1 triliun.

Pembengkakan utang ini juga terjadi pada usia piutang yang meningkat dari 60 hari menjadi 155 hari. Namun demikian, Fasilitas Kesehatan (Faskes) JKN terus melakukan belanja rutin untuk kebutuhan peserta BPJS Kesehatan.

Dibongkar Merry, SMS & WA Raffi Ahmad 3 Hari Tak Dibalas, Nagita Slavina Kesemsem Presenter Ganteng?

Geledah Blok Hunian di Lapas Perempuan Martapura, Petugas Gagal Temukan Barang Terlarang yang Dicari

Erick Thohir Bersih-bersih, Bos BUMN Merugi Diminta Naik Pesawat Ekonomi

Sebab Sakit Kanker Vidi Aldiano Disebut karena Karma, Rossa Bereaksi, Terkait Parodi Melly Goeslaw?

Hal ini berarti, saldo piutang BPJS Kesehatan semakin membengkak karena nilai pembelian jauh lebih besar dari nilai pembayaran.

”Meskipun pemerintah sudah mencairkan dana tambahan untuk BPJS sebesar Rp 9,3 triliun di akhir November 2019, dari pantauan GPFI, para distributor farmasi hanya menerima kucuran dana dari Faskes JKN sekitar Rp 450 miliar atau sekitar lima persen saja,” katanya.

PBF harus menanggung beban tambahan modal kerja yang sangat besar dan bunga pinjaman bank yang besar. Beban tersebut menurunkan tingkat profitabilitas distributor obat yang saat ini sudah sangat rendah.

Dalam jangka panjang, perusahaan farmasi bisa gulung tikar, hingga menyebabkan kekosongan obat-obatan untuk program JKN.

Menurut catatan GPFI, 90 persen obat-obatan JKN secara unit selama ini disuplai oleh anggota GPFI. Membengkaknya utang di program JKN berdampak pada industri penyuplai kebutuhan obat-obatan sehingga terjadi kekosongan obat di fasilitas kesehatan pelayanan JKN.

”Industri farmasi di Indonesia selalu siap mendukung keberlangsungan program JKN yang sangat besar manfaatnya bagi masyarakat Indonesia. Namun, tanpa dukungan cash flow, ibarat tubuh tanpa aliran darah, semua akan mati,” ujarnya.

Induk holding BUMN Farmasi, PT Bio Farma (Persero) mengakui adanya tunggakan pembayaran utang program JKN kepada PBF yang terus membengkak dan akan menekan arus kas (cash flow) perusahaan farmasi.

Direktur Utama Bio Farma, Honesti Basyir mengatakan, dengan kondisi arus kas yang terganggu, bahkan negatif, akan berimbas pada kegiatan operasional dan produksi perusahaan farmasi.

Dia menambahkan, perusahaan farmasi untuk jangka pendek memang bisa menutup beban tersebut dengan pinjaman, tapi hal itu akan menambah beban bunga.

”Ini akan mempengaruhi performa perusahaan karena beban bunga yang seharusnya tidak ada, tapi terpaksa ada tambahan dari pinjaman untuk working capital,” katanya menambahkan.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Kita dan Affan

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved