Berita HST
Sebatang Kara di Gubuk Reyot, Nenek Meratus Makan Mengharap Belas Kasihan Warga, Tidur Tanpa Alas
Tinggal di Desa Datar Ajab Kecamatan Hantakan HST, nenek Yamih tidur tanpa alas. Ia hanya mengandalkan tapih (sarung,red) sebagai alas tidur..
Penulis: Eka Pertiwi | Editor: Hari Widodo
BANJARMASINPOST.CO.ID, BARABAI - Hidup sebatang kara di gubuk reyot berukuran 2x3 meter nenek meratus, Yamih, harus tahan dengan dinginnya malam.
Tinggal di Desa Datar Ajab Kecamatan Hantakan Kabupaten Hulu Sungai Tengah, nenek Yamih tidur tanpa alas. Ia hanya mengandalkan tapih (sarung,red) sebagai alas tidur.
Tak ada anak atau suami. Nenek Yamih lebih dikenal oleh warga sebagai Aminah. Janda miskin ini tak memiliki satu pun harta di gubuk reyotnya.
Harta satu-satunya hanya sarung motif batik dan baju berwarna merah di badan. Dinding kayu yang sudah lapuk, serta lantai dari bambu kini sudah bolong.
Kaca depan sebagai jendela rumah Yamih juga bolong. Tak ada yang tahu berapa usia Yamih. Namun, jika melihat dari kondisi dan aroma dari rumah Yamih dipastikan ia sudah mulai pikun.
• VIRAL, Video Lama Makan Sup Kelelawar Bikin Wanita Cantik Ini Dihujat, Tak Tahu Terkait Virus Corona
• Hari Terakhir XSR Exhibition, Pengunjung Antusias Serbu Duta Mall
• Sijago Merah Mengamuk di Desa Panaan Tabalong, 1 Rumah dan Madrasah Tinggal Puing
• Sosok Una Maulina, Calon Istri Sahrul Gunawan, Lihat Foto-foto Gadis Cantik Asal Aceh Ini
Bau pesing dan aroma faces berasal dari gubuknya.
Tak ada perabotan bahkan setetes air pun tak ada di dalam gubuknya. Parahnya, tak ada data administrasi penduduk. Yamih hidup tanpa Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK).
Hidup sebatang kara, Yamih tak pernah mendapatkan bantuan. Entah bantuan kesehatan atau bantuan bagi warga miskin lainnya seperti raskin.
Saat Banjarmasinpost.co.id, mendatangi kediaman Yamih ia sedang rebahan. Membuka pintu secara perlahan, ia mencoba bergerak ke luar rumah secara perlahan juga.
Ia mengaku sedang tak sehat. Kondisinya sedang tak baik. Di lehernya ada benjolan besar. Ia pun tak dapat berbicara cepat dan keras.
Yamih hidup hanya mengandalkan bantuan dari orang sekitarnya. "Kadang makan kadang tidak. Berobat juga tidak pernah," lirihnya.
Ia makan ketika ada yang memberi. Jika tidak, itu berarti puasa makan bagi Yamih. Tak apa baginya. Lapar dan dingin sudah menjadi temannya.
Tak ada perkakas rumah satu pun di rumahnya selain ember yang menggantung di atap.
Sebenarnya, di sekitar rumah Yamih merupakan keluarga besarnya. Namun Yamih tetap tinggal di gubuk reyot. Yamih juga masih memiliki adik Rahimah.
Rumahnya tak jauh dari gubuk reyot Yamih. Rahimah mengatakan kakaknya sudah pikun. Perkakas rumahnya dirusak oleh Yamih sendiri.
