Kasus Rafael Alun Trisambodo

Trik Khusus Rafael Alun Trisambodo Samarkan Kekayaan Dibongkar KPK, Pakai Nama Orang Lain

KPK mencium trik licik dari para pejabat untuk menyamarkan harta kekayaan, termasuk Rafael Alun Trisambodo

Editor: Edi Nugroho
(KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO)
ilustrasi: Mantan Pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Rafael Alun Trisambodo usai memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (1/3/2023). KPK memeriksa orang tua dari Mario Dandy terkait harta kekayaannya sebesar Rp 56,1 miliar yang tercatat dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). 

Sejumlah orang-orang di kementerian tersebut saling berhubungan.

Orang-orang tersebut diduga saling beririsan dan saling terkait dengan riwayat pendidikan dan karier.

Dikutip dari Kompas.com, Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK Pahala Nainggolan mengaku pihaknya belum berhasil memahaminya.

Pahala hingga kini masih mempelajari trik tersebut secara utuh pola-pola penyamaran sejumlah aset mereka.

Ia mengaku membutuhkan waktu untuk mempelajari ‘geng’ tersebut.

“Saya kan ilmunya rendah. Jadi saya butuh melihat dulu gerakan silatnya kayak apa, sebulan lagi saya baru bisa,” kata Pahala saat ditemui awak media di Gedung Merah Putih KPK, dikutip dari Kompas.com.

Pahala berjanji akan mengungkap pola penyamaran harta kekayaan tersebut kepada publik.

Meski demikian, pihak KPK kini masih berusaha mempelajarinya.

“Nanti saya ceritain kalau saya dapat. Kalau ini saya ceritain dulu nanti dia ketawa, 'yaelah lu cuma segitu aja. Ilmu lu baru segitu’,” ujar Pahala.

Menurutnya, trik yang dilakukan oleh para pejabat tersebut begitu canggih.

“Tapi saya pastiin itu canggih banget,” tambahnya.

Pahala membenarkan satu di antara pola penyamaran harta kekayaan itu dengan menggunakan nominee atau nama orang lain.

Ia mencontohkan, saat seseorang membeli aset dengan nama tetangganya atau orang lain, maka ia tidak bisa disalahkan ketika aset tersebut tidak masuk dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).

Meski demikian, KPK sebenarnya meyakini bahwa aset itu dibeli oleh pejabat tersebut.

Pembelian aset juga bisa dilakukan dengan menggunakan nama perusahaan (perseroan terbatas).

Sumber: TribunStyle.com
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved