Opini Publik
Agar P5 Tak Jadi Produk Gagal
ciri khas dari Kurikulum Merdeka adalah adanya Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Tujuan penguatan karakter anak sesuai nilai pancasila
Oleh: Kurniawan Adi Santoso Guru SDN Sidorejo Sidoarjo Jatim
BANJARMASINPOST.CO.ID - SEPERTI kita tahu ciri khas dari Kurikulum Merdeka adalah adanya Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5).
P5 dimaksudkan untuk memberikan penguatan karakter pada pelajar yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Saat ini implementasi P5 sudah memasuki tahun kedua. Akan tetapi, di lapangan terjadi ketidaksesuaian antara yang dipraktikkan guru dengan buku panduannya.
Lantas, bagaimana agar P5 tak jadi semacam produk gagal?
Seiring dengan kemajuan zaman dan segala problemanya, degradasi nilai moral generasi muda tidak dapat dihindarkan, namun diyakini dapat diminimalkan.
Dalam KBBI, degradasi berarti kemunduran atau kemerosotan.
P5 diangkat untuk mengembalikan karakter siswa ke arah yang benar melalui pengalaman hidup dalam masyarakat.
P5 dilaksanakan dengan melatih siswa untuk menggali isu nyata di lingkungan sekitar. Dan dengan berkolaborasi, para siswa ini berusaha memecahkan masalah tersebut.
P5 sesungguhnya merupakan pembelajaran kokurikuler lintas mata pelajaran dengan metode belajar berbasis proyek (project based learning).
Lewat P5, siswa tidak hanya belajar di kelas, namun juga belajar “pengetahuan hidup”, yakni berbagai kejadian yang sebenarnya terjadi dalam masyarakat. Karenanya, alokasi waktu tersendiri sangat dibutuhkan guna memastikan P5 berjalan dengan baik.
Terdapat beberapa tema P5 yang diberikan pada siswa sesuai tahapan belajar dan kebutuhannya, seperti gaya hidup berkelanjutan, suara demokrasi, rekayasa teknologi, kewirausahaan dan lainnya.
Guru akan fokus pada penilaian proses, yaitu bagaimana siswa terlibat menyelesaikan permasalahan dalam masyarakat, bukan karya atau aksi yang dipamerkan.
Dalam berproses tersebut diharapkan bertumbuh karakter baik dalam diri siswa sejak dini.
Ketidaksesuaian
Kenyataan di lapangan tidak sedikit sekolah (guru) yang keliru menafsirkan. P5 dipelajari di kelas dengan buku teks ajar.
Siswa masih terus saja dipacu untuk mengerjakan soal-soal yang berhubungan dengan penerapan nilai-nilai Pancasila.
P5 tak ubahnya seperti mata pelajaran (mapel) Pendidikan Pancasila.
P5 itu kan kokurikuler. Artinya, kegiatan pembelajaran yang ditujukan untuk penguatan, pendalaman, atau pengayaan kegiatan intrakurikuler.
Lebih tepatnya untuk mengoptimalkan pembelajaran karakter. Makanya, P5 bukan seperti mapel.
Anak didik seharusnya diajak melakukan aksi nyata menyelesaikan masalah yang terjadi di lingkungannya sesuai dengan tema P5 yang dipilih.
Kemudian, dalam pemilihan tema P5 yang diangkat, sekolah terkesan cari gampangnya. Banyak sekolah yang memilih tema kewirausahaan dan kearifan lokal.
Tema yang lebih mudah dilakukan. Tidak ribet. Tema kewirausahaan, biasanya anak diajak membuat produk, misalnya makanan tradisional.
Langsung praktik, tanpa proses mengamati dari lingkungan. Sedangkan tema kearifan lokal, biasanya sekolah menampilkan tarian tradisional dari berbagai provinsi, lomba pakaian adat, dan sebagainya.
Bukan menggali kearifan lokal yang ada di masyarakat di mana sekolah itu berada.
Sebenarnya dalam pemilihan tema P5 sudah ada aturannya. Pemilihan tema ini berdasarkan tahap kesiapan satuan pendidikan, pendidik,dan peserta didik; kalender belajar nasional, atau perayaan nasional atau internasional, isu atau topik yang sedang hangat terjadi atau menjadi fokus pembahasan atau prioritas satuan pendidikan.
Kemudian, di setiap tahun ajaran, tema dapat dilakukan secara berulang jika dianggap masih relevan atau diganti dengan tema lain untuk memastikan eksplorasi terhadap seluruh tema yang tersedia (Panduan Pengembangan Proyek Profil Pelajar Pancasila, 2022).
Jadi, sekolah hendaknya dalam memilih tema P5 sesuai dengan aturan yang ada di buku panduan, bukan tema yang paling mudah untuk diterapkan.
Ini agar program P5 mampu menjembatani keberhasilan Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035. Sebab tema-tema dalam P5 dikembangkan berdasarkan isu prioritas dalam Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035, Sustainable Development Goals, dan dokumen lain yang relevan.
Lalu, pembelajaran berbasis proyek dalam P5 itu kan ada tahapannya. Mulai dari pembentukan tim fasilitator P5, mengidentifikasi tingkat kesiapan sekolah, merancang tema dengan kesesuaian dimensi dan alokasi waktunya, menyusun modul projek, dan terakhir yaitu merancang strategi pelaporan hasil proyek.
Jadi, guru-guru harusnya telaten melakukan tahap demi tahap. Bukan potong kompas, langsung hasilnya. Sehingga anak didik benar-benar diajak menyelami dan mendalami pembelajaran berbasis proyek yang sarat dengan nilai-nilai karakter, seperti kejujuran, saling menghargai perbedaan, dan sebagainya.
Pendidikan Nilai
Perlu digarisbawahi, P5 sesungguhnya mengajak anak didik untuk belajar karakter secara langsung dengan menangani permasalahan dalam masyarakat.
Menurut Lickona (2012), bila ingin penanaman karakter pada anak bisa berhasil, maka para guru harus memasukkan pendidikan nilai, termasuk menanamkan sikap hidup bermasyarakat sebagai bagian dari materi pembelajaran.
Lewat P5, pendidikan nilai yang meliputi pengetahuan moral, perasaan moral dan tindakan moral diharapkan dapat tersampaikan.
Pengetahuan moral yaitu membimbing siswa untuk mengetahui nilai-nilai yang baik ataupun buruk dalam masyarakat.
Dalam P5, siswa akan berhadapan dengan berbagai peristiwa yang membuat mereka harus mengambil keputusan terkait hal baik dan buruk.
Tugas guru membimbing dan mengarahkan mereka agar mereka tahu ada masalah yang perlu diselesaikan. Akhirnya mereka percaya diri mengambil tindakan yang benar.
Perasaan moral yaitu mengarahkan siswa untuk selalu menginginkan hal-hal yang benar. Menumbuhkan perasaan moral sangat diperlukan untuk menggugah rasa empati dari diri siswa terhadap permasalahan yang ada.
Harapannya, siswa peka terhadap situasi dan kondisi masyarakat dan tergugah untuk ikut berperan mengatasi masalah tersebut.
Tindakan moral yaitu memberi contoh dan menumbuhkan semangat siswa agar selalu melakukan dan mewujudkan hal-hal yang baik menjadi kenyataan. Sehingga permasalahan dalam lingkungan sosial masyarakat dapat terselesaikan.
Tindakan moral merupakan hasil dari penanaman yang kuat dari pengetahuan moral dan perasaan moral.
Intinya, pengetahuan moral akan meningkatkan perasaan moral yang kuat yang akan memotivasi seseorang untuk melakukan tindakan moral.
Setelah siswa melaksanakan pembelajaran P5, harapannya tumbuh karakter yang baik dari diri siswa yang di masa depan yang dapat digunakan sebagai bekal menjadi warga masyarakat yang baik. (*)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.