Berita Banjarmasin
Kekerasan Berbasis Gender Masih Marak di Kalsel, Ada Ratusan Kasus Tiap Tahun
Kekerasan berbasis gender (KBG) masih marak terjadi, tidak terkecuali di Kalimantan Selatan
Penulis: Anjar Wulandari | Editor: Edi Nugroho
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Kekerasan berbasis gender (KBG) masih marak terjadi, tidak terkecuali di Kalimantan Selatan. Jumlahnya pun cukup tinggi, dengan korban tidak hanya perempuan dan anak-anak, tapi juga kalangan rentan dan yang termarginalkan lainnya.
Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) 2021, kasus kekerasan di Kalsel mencapai 410 kasus.
Terdiri dari 129 kasus kekerasan fisik, 198 kekerasan psikis, 134 kekerasan seksual, 6 eksploitasi dan trafficking, 66 penelantaran, dan 62 lainnya. Adapun korbannya dari kalangan anak-anak sebanyak 293 orang, terdiri dari 92 lelaki dan 201 perempuan. Sedangkan korban dewasa 155 orang terdiri dari 11 laki-laki dan 144 perempuan.
Pada tahun 2022 meningkat menjadi 616 kasus. Terdiri dari 198 kasus kekerasan fisik, 258 kekerasan psikis, 207 kekerasan seksual, 32 eksploitasi dan trafficking, 77 penelantaran, dan 118 lainnya.
Korban dari kalangan anak-anak sebanyak 419, terdiri dari 126 laki-laki dan 313 perempuan. Sedangkan korban dewasa 232 orang terdiri dari 13 laki-laki dan 219 perempuan.
Baca juga: Puluhan Petinju Se- Kalsel Bertarung di Kejuaraan Tinju Piala Kapolres HSU, Tampilkan Keberanian
Baca juga: Percepat Pertumbuhan Usahamu dengan Promo KUR dari Bank Kalsel
Sementara itu, tahun ini berdasarkan data terinput sampai dengan Oktober Tahun 2023, ada 366 kasus kekerasan pada perempuan di Kalsel. Di Kota Banjarmasin sebanyak 102 kasus, disusul Banjarbaru 51 kasus, HST 39 kasus, Batola dan Tabalong 35 kasus, HSS 27 kasus, HSU 25 kasus, Banjar 15 kasus, Tala 14 kasus, Tanbu 11 kasus, Tapin 9 kasus, Balangan 3 kasus. Sementara Kotabaru tidak ada laporan.
Data itu dipaparkan Kasi Perlindungan Perempuan, Bidang PPA, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Provinsi Kalsel, Muhammad Ondel dalam FGD yang digelar Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Kalsel di Hotel 88 Banjarmasin, Kamis (23/11).
“Di Kalsel, isu kasus kekerasan mencakup eksploitasi anak, pemerkosaan, KDRT, kekerasan seksual, penelantaran/pembuangan bayi dan TPPO,” katanya.
Muhammad Ondel mengatakan regulasi terkait kekerasan termasuk KBG sebenarnya banyak. Seperti UU No 39/ 1999 tentang Hak Asasi Manusia; UU No 23 / 2004 tentang PKDRT; UU No 21/ 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang; Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban; UU No 12 / 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual; PP No 4 / 2006 tentang Penyelenggaraan Kerjasama Pemulihan Korban KDRT; dan PP No 9/ 2008 tentang Tata Cara dan Mekanisme Pelayanan Terpadu bagi Saksi dan/ atau korban TPPO.
Kemudian ada pula Perda Provinsi Kalsel Nomor 11 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak; Pergub Kalsel Nomor 076 Tahun 2018 tentang Pedoman Layanan Perempuan Korban Kekerasan dan Anak yang Berhadapan dengan Hukum di Provinsi Kalimantan Selatan; Pergub Kalsel Nomor 073 Tahun 2019 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja UPTD PPA Pada DPPPA Provinsi Kalimantan Selatan; Pergub Kalsel Nomor 54 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Daerah (RAD) Perlindungan Perempuan dan Anak Dari Tindak Kekerasan; Pergub Kalsel Nomor 55 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Daerah (RAD) Tindak Pidana Perdagangan Orang; danSK Gubernur Kalsel Nomor 188.44/0718/KUM/2021 tentang pembentukan sub klaster perlindungan perempuan dan anak dari kekerasan Berbasis Gender dalam bencana.
Baca juga: Kapolda Kalsel Serahkan Beasiswa dan Bantuan untuk Warga Saat Kunjungi STIE Indonesia Banjarmasin
Dalam UU RI Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah juga mengamanatkan urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Namun masih banyak korban kekerasan belum mau melapor. Padahal, jika ada yang membutuhkan bantuan, pihaknya siap mendampingi secara gratis.
Direktur Eksekutif Daerah PKBI Kalsel, Hapniah mengatakan kasus kekerasan berbasis gender seperti fenomena gunung es. Apa yang terlihat, hanya sebagian kecil. “Mungkin sekitar 10 persen saja, sisanya tidak terdeteksi karena tidak ada laporan,” ujarnya.
Hal tersebut lantaran masih ada hambatan di kalangan masyarakat sendiri. Mulai dari takut stigma buruk di masyarakat, menganggap aib atau karena sudah menganggap biasa. Padahal kekerasan berbasis gender bisa menimpa siapa saja, khususnya yang rentan dan termarginalkan. Tidak hanya perempuan dan anak-anak.
Ini yang menjadi keprihatinan pihaknya. Hal ini pula yang melatari pelaksanaan kegiatan FGD tersebut. Tujuan kegiatan adalah menggalang gerakan aksi solidaritas berdasarkan kesadaran bahwa tindakan kekerasan merupakan pelanggaran HAM.
Pihaknya juga ingin mengajak jejaring organisasi masyarakat sipil (CSO) untuk turut terlibat aktif sesuai dengan kapasitasnya dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap kelompok rentan dan termarginalkan. Selain itu membangun kerja sama yang lebih solid untuk mengupayakan penghapusan kekerasan terhadap kelompok rentan dan termarginalkan.
| Promosikan Judi Online via Instagram di Banjarmasin, Rahmat Dituntut 2,5 Tahun Penjara |
|
|---|
| Penjambret Hp Pelajar Banjarmasin Kedapatan Sembunyi di Rumah Orangtua di HSS |
|
|---|
| Promosikan Judol di Instagram, Terdakwa Perkara ITE di Banjarmasin Dituntut 2,5 Tahun Penjara |
|
|---|
| Tergiur Upah Besar, Kurir Sabu 5 Kg Jalani Sidang Perdana di Pengadilan Negeri Banjarmasin |
|
|---|
| Terpacu Semangat Hari Sumpah Pemuda, Atlet Anggar Banjarmasin Targetkan Emas Porprov 2025 |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.