Opini Publik

Menagih Komitmen Keberpihakan Para Capres Terhadap Pendidikan

Rakyat menagih komitmen keberpihakan para capres cawapres terhadap rencana-rencana kebijakan pendidikan yang akan dilakukan

Editor: Hari Widodo
istimewa
Pengamat Pendidikan, Dosen FKIP ULM Banjarmasin, Moh Yamin. 

Oleh : Moh Yamin Pemerhati Pendidikan

BANJARMASINPOST.CO.ID - Secara aksiologis, pendidikan diniatkan untuk mencerdaskan bangsa, semua anak negeri yang belajar dan sedang belajar.

Secara epistemologis, pendidikan dimaknai untuk membentuk cara berpikir anak didik yang memahami posisi dirinya terhadap lingkungan, menempatkan dirinya sebagai subyek yang bisa menatap setiap hal dan realitas secara kritis dan transformatif.

Ada kerja perubahan yang mesti dilakukan dan dirubah oleh setiap anak didik yang berproses belajar dan berpendidikan.

Ketika mereka semua para anak didik duduk di bangku sekolah, termasuk perguruan tinggi diharapkan dapat memiliki atmosfir pendidikan yang terarah dan mampu melakukan proses berpendidikan secara berkelanjutan, maka sudah sewajarnya mimpi-mimpi indah itu perlu diwujudkan.

Apa yang kemudian mereka pelajari dan sedang pelajari adalah hasil perencanaan pendidikan jangka panjang dari para pemimpinnya yang bervisioner.

Kurikulum yang dilaksanakan pun bermakna kepentingan jangka panjang dan untuk itu menata kebijakan-kebijakan negara dalam konteks penyelenggaraan pendidikan sudah semestinya dibangun atas pembangunan manusia unggul secara berkelanjutan. Tidak terjadi kerputusan kebijakan karena kepentingan politik tertentu.

Wajah pendidikan nasional hingga ke lokal adalah penyelenggaraan pendidikan yang saling melengkapi dan memperkuat.

Tujuan pendidikan nasional dan lokal sama sama tercapai. Pendidikan nasional dimaknai untuk menyamakan visi dan tujuan pendidikan di tingkat pusat; sedangkan tujuan di akar rumput bermakna agar menjaga dan merawat nilai-nilai kehidupan yang berada di ekosistem pendidikan yang mendukung kepentingan nasional.

Oleh sebab itu, sudah sewajarnya para calon pemimpin yang berkontestasi di pemilihan presiden dan wakil presiden 14 Februari 2024 memiliki langgam penyelenggaraan pendidikan yang utuh dan komprehensif terkait apa yang harus dilakukan dalam konteks mencerdaskan kehidupan bangsa.

Tujuan pelaksanaan pendidikan kemudian perlu diperkuat dengan dilandasi kebijakan-kebijakan pendidikan nasional yang kokoh sehingga niat baik untuk mengawal perubahan paradigma dan kehidupan pendidikan anak didik dapat dilakukan dengan sedemikian rupa.

Menjadi panggilan perjuangan setiap calon pemimpin ke depan untuk berpikir visioner terkait apa yang mesti direncanakan dan dikerjakan sehingga jangan ada ganti rezim, ganti kebijakan pendidikan. Ini menjadi persoalan yang kemudian tidak akan berakhir dengan penyelesaian tatkala setiap pemimpin baru memiliki cara dan kebijakan baru dalam implimentasi pendidikan.

Yang menjadi pertanyaan adalah sudah sejauh mana para calon beserta tim pemikirnya merumuskan agenda-agenda perubahan di dalam pendidikan ke depan? Apakah yang mereka lakukan menjadi bagian dari kerja melanjutkan pembangunan sumber daya manusia unggul dari kebijakan-kebijakan pendidikan sebelumnya atau justru mengamputasi kebijakan-kebijakan lama, menggantinya dengan kebijakan-kebijakan pendidikan baru agar tidak disebut mereplika?.

Jamak menyebutkan bahwa sejarah selalu memberikan kesaksian nyata yang selalu dimulai dari kebijakan pendidikan yang baru dan ini mengawalinya dengan hal-hal baru.

Ini berarti bahwa tidak ada kebijakan dan pelaksanaan pendidikan yang berkelanjutan dari masa ke masa (baca: realitas). Yang terjadi selanjutnya menambah beban dan persoalan baru sebab memulainya dari nol.

Kita pun, dengan kondisi demikian, tidak memiliki banyak harapan terjadi perubahan mendasar dalam konteks memerangi kemiskinan pendidikan, memberantas penderitaan pendidikan.

Romo Benny Susetyo pernah mengatakan, selama pendidikan kemudian menjadi komoditas politik, maka sampai kapanpun perubahan kemajuan melalui pendidikan yang mencerdaskan, mencerahkan, dan membangun peradaban ibarat mencari jarum dalam tumpukan jerami.

Akan selalu terjadi politisasi pendidikan sebab niat mengurusi pendidikan bukan karena perjuangan menaikkan kelas sosial dan kelas kesadaran setiap anak negeri menjadi melek dan sadar pendidikan, mengutip pendapat Paulo Freire.

Pendidikan seutuhnya adalah investasi masa depan dan ini bermakna bahwa siapapun presiden dan wakil presiden yang menahkodai republik ini sudah seharusnya berpandangan pendidikan untuk masa depan bangsa ke depan.

Apabila harapan kita semua adalah melahirkan generasi emas di usia 100 tahun Indonesia merdeka di tahun 2045, maka sudah semestinya kelompok elit di negeri ini membuang jauh pikiran-pikiran kerdil dan sempit yang semata menempatkan pendidikan sebagai jargon politik untuk mengeruk suara para pemilih.

Masih Belum Tegas

Setiap calon presiden dan wakil presiden memiliki pandangannya secara sendiri-sendiri tentang pendidikan, namun umumnya masih berkecenderungan kepada memperjuangkan alokasi anggaran pendidikan 20 persen, dana/anggaran dan fasilitas.

Padadal selain dari hal tersebut, ada yang jauh yang lebih penting yakni bagaimana menempatkan pendidikan sebagai lokus perubahan bagi kehidupan anak didik sehingga diperlukan kerjasama antara sekolah, masyarakat, dan keluarga.

Tampaknya, hal-hal substantif demikian belum sepenuhnya dielaborasi dengan sedemikian serius.

Pendidikan dan hasil berpendidikan, diakui maupun tidak, tidak bisa dilihat saat ini dalam hitungan bulan atau tahun, namun dalam rentang puluhan tahun.

Ini berarti bahwa sudah semestinya memetakan rencana-rencana kebijakan pendidikan apa yang mesti dilakukan untuk mendorong setiap anak didik belajar dengan tantangan hidup lebih berat di masa depan semestinya dibaca, diulas, dirumuskan, dan disiapkan.

Mengurus dan mendiskusikan pendidikan, kita semua sepakat, tidak seseksi mengurus ekonomi yang dapat dikalkulasi untung ruginya atau sumber daya alam atau hal-hal lain yang tampak hasilnya di depan mata. Para calon presiden dan wakil presiden penting membaca dan memahami urgensi pendidikan di masa depan agar masyarakat pemilih menjadi sadar dan melek janji-janji para capres beserta cawapresnya untuk masa depan pendidikan ke depan.

Rakyat menagih komitmen keberpihakan para capres cawapres terhadap rencana-rencana kebijakan pendidikan yang akan dilakukan. Biarkan rakyat pemilih yang menilai dari gagasan-gagasan hebat para calon pemimpinnya agar mereka bisa menitipkan suara politiknya (vox populi vox dei) di tempat pemungutan suara (TPS) melalui kotak suara yang disediakan untuk diperjuangkan setelah mereka terpilih, dilantik, dan diambil sumpah jabatan. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved