Opini
Memaknai Paskah Kebangkitan Tuhan
MINGGU (30/3) umat kristiani kembali merayakan Paskah hari raya kebangkitan Tuhan. Peristiwa Paskah merupakan puncak dari rangkaian Pekan Suci
Oleh : Paulus Mujiran
Ketua Pelaksana Yayasan Kesejahteraan Keluarga
Soegijapranata Semarang
MINGGU (30/3) umat kristiani kembali merayakan Paskah hari raya kebangkitan Tuhan. Peristiwa Paskah merupakan puncak dari rangkaian Pekan Suci yang dimulai dari perayaan Minggu Palma ketika Yesus dielu-elukan memasuki kota Yerusalem.
Kemudian Kamis Putih ketika Yesus mengadakan perjamuan terakhir dengan para murid-Nya. Kisah perjamuan terakhir inilah yang sampai hari ini dikenang gereja-gereja di dunia dalam bentuk Perayaan Ekaristi.
Kenangan sempurna akan Yesus adalah roti dan anggur yang merupakan bentuk tubuh dan darah Kristus yang dibagi kepada semua orang beriman.
Setelah Yesus mengadakan perjamuan terakhir malam harinya Yesus dikhianati Yudas Iskhariot dan kemudian diserahkan kepada pengadilan Pontius Pilatus.
Baca juga: Utang dan Janji Capres
Baca juga: Pemprov Kalsel Minta Alat Berat tak Melintas di Jalan Lintas Provinsi Selama Arus Mudik
Paskah adalah puncak dari derita dan sengara Yesus. Setelah kekerasan mengerikan dari rumah Pilatus Yesus pun akhirnya disalibkan di puncak Gunung Kalvari.
Luis M Bermejo dalam buku Makam Kosong Misteri dan Makna Kebangkitan Yesus (2009) menyatakan dalam kurun waktu yang lama kekristenan dan penghayatan iman Kristen secara tidak sehat telah memusatkan terlalu banyak perhatian pada penyaliban Yesus dan hampir secara total mengabaikan kebangkitan-Nya. Sudah terlalu lama penebusan umat manusia disamakan dengan penyaliban.
Baru belakangan ini gereja-gereja merasa salah dan menyadari kekeliruannya sebab terlalu banyak menaruh perhatian pada kekerasan penyaliban sementara kebangkitan cenderung dilupakan.
Gereja terlampau besar memperbesar penyaliban tetapi memperkecil kebangkitan. Gereja yang menderita adalah nuansa yang diajarkan dalam ajaran iman Kristen. Ada kesan bahwa keselamatan diselesaikan di atas salib.
Oleh karena itu kekerasan dalam penyaliban tidak dapat ditempatkan dalam ritus kekerasan sebagaimana sekarang ini dipraktekkan bangsa-bangsa di dunia.
Kekerasan salib menjadi cara Allah menunjukkan cinta kasih-Nya yang besar kepada bangsa manusia. Kekerasan yang ditampilkan dalam Injil adalah keberpihakan Allah pada korban.
Kesengsaraan, wafat dan kenaikan ke surga merupakan suatu tindakan yang tidak dapat dipisah-pisahkan dari keselamatan umat manusia.
Baca juga: Tahun Lalu tak Dapat Tiket Kapal, Warga Banjarmasin Mudik Lebih Awal
Yesus menderita di kayu salib menjadi korban kekerasan kolektif yang dilakukan bangsa Yahudi dengan meminjam tangan penguasa pemerintah Romawi.
Yesus dituduh menjadi biang keladi kekacauan dan keresahan di kalangan masyarakat Yahudi. Kekerasan yang dialami Yesus adalah wujud ketaatan radikal kepada Bapa-Nya di surga.
Disini tersedia ambigitas. Di satu sisi Yesus yang taat diperlawankan dengan rakyat yang mudah dipermainkan oleh penguasa.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.