Kolom
Kepemimpinan Perempuan dalam Pandangan Islam
Islam tidak membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan. Meskipun secara fitrah biologis memiliki perbedaan, tetapi dari sisi penciptaan dan tujuan
Oleh: Prof. Dr. Husaini, SKM, M.Kes
Univ. Lambung Mangkurat (ULM), Banjarmasin
BANJARMASINPOST.CO.ID.CO.ID - SAYA ingin memulai tulisan ini dengan mengutip kalimat inspiratif dari seorang penyair sufi sangat terkenal dari Persia, periode 30 September 1207 – 17 Desember 1273, yaitu Jalaluddin Muhammad Rumi. Dia mengatakan, “Wanita adalah seberkas sinar Tuhan. Dia bukan kekasih duniawi. Dia berdaya cipta. Engkau boleh mengatakan dia bukan ciptaan”.
Islam tidak membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan. Meskipun secara fitrah biologis memiliki perbedaan, tetapi dari sisi penciptaan dan tujuan penciptaan memiliki kesamaan, yaitu sebagai hamba yang diciptakan hanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Dimana ukuran kemuliaan seorang hamba adalah yang paling tinggi ketaqwaannya kepada Allah SWT.
Begitu juga ketika berbicara dalam konteks kepemimpinan. Prinsip dasarnya adalah kita semua adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Hal ini bukan saja berkaitan dengan urusan kepemimpinan di dunia, di hadapan orang yang dipimpin, tetapi juga di hadapan Allah SWT di hari akhirat.
Lalu, bagaimana agar setiap kita bisa menjadi pemimpin yang baik? Mari kita mulai dengan memahami makna kepemimpinan. Makna kemimpinan bukanlah sosok atau bentuknya, tetapi sifat dan kemampuannya. Sehingga kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi seseorang atau orang lain untuk mencapai tujuan organisasi yang dipimpin.
Dalam proses memengaruhi tersebut dilakukan dengan menyusun visi, dalam hal ini mimpi-mimpi yang ingin diwujudkan, lalu memberi ketauladanan berupa akhlak dan nasehat yang teduh, lembut dan tidak mengganggu perasaan. Bahkan bisa menumbuhkembangkan semangat dan perilaku baik dari hari ke hari dalam kepemimpinannya.
Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Ibnu Umar R.a, “Setiap dari kalian adalah pemipin dan tiap-tiap-tiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban”. Hal ini jelas bahwa setiap kita adalah pemimpin, dan pasti setiap kita akan dimintai pertanggungjawaban.
Secara umum, terdapat 3 karakter yang harus dimiliki seorang pemimpin, yaitu: Pertama, memiliki kesamaan antara ucapan dan tindakanya serta kesamaan nasihat dan kebijakan-kebijakannya. Allah SWT tidak suka kepada hambanya yang bicaranya tidak sesuai hasil kerjanya. Sebagaimana dalam Al-Quran QS Al-Shaff, ayat 61, “Amat besar kebencian disisi allah, kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”.
Kedua, mampu menepati janji karena janji adalah utang. Janji merupakan perwujudan iman yang kuat dan budi pekerti yang agung. Janji juga refleksi sifat luhur dan terpuji yang melahirkan rasa percaya dan hormat dari masyarakatnya. Dimana masyarakat secara langsung maupun tidak menyimpan dalam memorinya, apakah pemimpinnya mampu, dapat diandalkan, konsisiten dan bisa dipercaya.
Kepemimpinan dalam Islam sesuai yang diajarkan oleh Rasulullah SAW yang selalu menerapkan ajaran Al-Qur’an sebagai dasar dalam memimpin umat yang berlandaskan nilai-nilai shiddiq (jujur), tabliqh (menyampai amanah), amanah (dapat dipercaya) dan fathonah (cerdas).
Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam QS Al-Anfal ayat ke-8, “Hai Orang-orang beriman, jangalah kamu mengkhianati Allah dan rasullah (muhammad) dan janganlah kamu mengkhianti amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”.
Ayat ini memperjelas bahwa apabila sifat dan akhlak Rasulullah SAW tidak diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari akan memberikan dampak buruk bagi diri sendiri, keluarga, tetangga dan masyarakat dalam konteks bernegara. Hal ini diperkuat oleh sabda Rasulullah SAW: “Tidak beriman orang yang tidak dapat menjaga amanah dan tidak beragama orang yang tidak menepati janji” (HR. Ahmad).
Merujuk pada firman Allah SWT dalam QS Al-Hujurat ayat 13, “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti”.
Ayat di atas, menjelaskan bahwa Allah SWT menciptakan laki-laki dan perempuan berasal dari keturunan yang sama, yaitu Adam AS dan istrinya Hawa RA. Semua manusia memiliki kesamaan derajat secara kemanusiaannya, tidak ada perbedaan antara satu suku dengan suku lainnya.
Dimana Al-Qur’an menegaskan bahwa penciptaan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku tujuannya agar di antara kamu saling mengenal dan dengan demikian saling membantu satu sama lain, bukan saling mengolok-olok dan saling memusuhi antara satu kelompok dengan lainnya.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/banjarmasin/foto/bank/originals/Prof-Dr-Husaini-SKM-MKes-Univ-Lambung-Mangkurat-ULM-Banjarmasin1.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.