Kolom
Kepemimpinan Perempuan dalam Pandangan Islam
Islam tidak membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan. Meskipun secara fitrah biologis memiliki perbedaan, tetapi dari sisi penciptaan dan tujuan
Lebih tegas lagi dinyatakan bahwa sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah SWT ialah orang yang paling bertaqwa. Dalam hal ini, orang yang memenuhi perintah dan tidak melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT sesuai kemampuan, pengetahuan dan imannya.
Dalam perspektif Islam, hubungan antara laki-laki dan perempuan sangat adil dan setara. Tidak membedakan secara fisik, tapi yang dilihat dari sisi ketaqwaan (rohani). Tidak melihat dari sisi kecantikan atau ketampanan dan kaya atau miskin.
Islam juga tidak pernah membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan dalam hal kedudukan, harkat, martabat, kemampuan, dan kesempatan untuk berkarya. Kedekatan dan upaya untuk mendekat seorang hamba kepada Allah SWT dengan penuh iman itulah yang menjadi pembeda antara keduanya.
Sejalan dengan hal di atas, Allah SWT berfirman dalam QS Al-Anbiya, ayat 73, “Dan Kami telah menjadikan di antara mereka imam-imam (pemimpin-pemimpin) yang memberi petunjuk dengan perintah Kami”.). Pada QS Al-Qashash, ayat 41 disebutkan: “…. dan Kami jadikan mereka imam-imam yang menyeru manusia ke neraka”.
Dalam khasanah intelektual Islam, ulama membagi kepemimpinan menjadi 2 kategori, yaitu kepemimpinan besar (al-Imamah al-Uzhma) dan kepemimpinan kecil (al- Imamah al-Shughra). Kepemimpinan besar berkaitan dengan kepemimpinan di publik dalam posisi sebagai kepala negara atau kepala pemerintahan, mulai dari ketua RT, RW, Kepala Desa/Lurah hingga presiden. Sementara kepemimpinan kecil atau privat adalah kepemimpinan dalam salat dan kepemimpinan dalam keluarga.
Dalam konteks kepemimpinan besar, yaitu kepemimpinan secara struktural dalam dunia politik kenegaraan, seperti presiden perempuan, kepala daerah perempuan, kepala perusahaan dan sebagainya. Kepemimpinan perempuan dalam Islam sudah menjadi topik di banyak seminar, diskusi, perdebatan hingga kajian ilmiah.
Hasilnya tetap sama, ada yang setuju dan ada yang tidak sepakat. Hal tersebut disebabkan karena perbincangan yang berhubungan dengan relasi laki-laki dan perempuan bukan soal prinsip dasar, seperti keadilan, kesetaraan dan kasih sayang, tetapi mengedepankan persoalan kepentingan dan dominasi.
Singkatnya, saya ingin menutup tulisan bahwa dalam kaitan kepemimpinan perempuan, sudah jelas dari ayat-ayat Al-Qur’an, tidak ada satupun yang berbicara secara lugas dan eksplisit bahwa hanya laki-laki yang boleh menjadi pemimpin publik. (*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/banjarmasin/foto/bank/originals/Prof-Dr-Husaini-SKM-MKes-Univ-Lambung-Mangkurat-ULM-Banjarmasin1.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.