Dalam program pertanian jagung ini, proses penting yang juga dikedepankan yakni pendekatan inklusifitas. Polda Kalsel memberikan ruang dan akses kepada seluruh pihak yang berkepentingan untuk terlibat aktif di dalamnya.
Poin kedua, yakni dimensi output atau hasil/produk dari program yang dijalankan. Melalui panen jagung ini, Polda Kalsel berhasil mendapatkan capaian positif dengan rata-rata produktifitas 5,38 ton per hektare. Dengan hasil panen perdana ini, Kapolda Kalsel Rosyanto Yudha Hermawan optimistis terus meningkatkan target pada panen tahap berikutnya melalui pengembangan riset dan ilmu pengetahuan secara berkesinambungan.
Variabel berikutnya dari dimensi output juga dapat terlihat dari bagaimana program pertanian jagung mampu menghadirkan manfaat materil maupun immateril bagi pihak yang terlibat. Seperti ULM yang mendapatkan dukungan dan sarana untuk melakukan pengembangan riset dan penguatan ilmu pengetahuan dan teknologi di lahan pertanian jagung. Dari pihak petani juga mendapatkan keuntungan karena dukungan infrastruktur yang dilakukan Polda Kalsel seperti pembangunan akses jalan pertanian dan jaringan listrik.
Poin ketiga yakni dimensi efektifitas kepemimpinan Kapolda Kalsel mengimplementasikan program pertanian jagung. Sebagaimana yang dikemukakan Merilee S. Grindle (1980), bahwa kunci efektifitas suatu program tidak hanya ditentukan dari sisi teknis/kontennya saja, akan tetapi juga dari faktor non-teknis/konteksnya. Sebagaimana faktor teknis yang telah diuraikan sebelumnya, faktor non-teknis juga penting untuk diulas, misalnya dari perspektif kepemimpinan, kejelasan visi maupun strategi yang digunakan.
Dari sudut pandang kepemimpinan, dapat terlihat dari bagaimana kepiawaian kapolda selaku project leader penanaman jagung ini mampu mengolaborasikan potensi dan sumber daya manusia yang terserak untuk bersinergi mendorong keberhasilan program. Kalsel banyak memiliki sumber daya manusia yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
Kemampuan memberdayakan potensi ini melalui skema kolaborasi menjadi salah satu tolak ukur dalam melihat kualitas kepemimpinan kapolda dalam program ketahanan pangan. Di samping itu, kemampuan dalam menjaga interaksi seluruh stakeholder agar tetap solid dan terus berpegang pada misi yang telah ditentukan menjadi faktor yang perlu diapresiasi sebagai credit point keberhasilan seorang pemimpin.
Kolaborasi akan tercipta dengan baik manakala pemimpin mampu untuk sungguh-sungguh mendengarkan (listening), bukan hanya sekadar untuk mendengar (hearing) aspirasi maupun masukan/ide dari seluruh pihak yang berkepentingan atau terlibat.
Sebagaimana yang diungkapkan Jessica Zisa dalam artikelnya “Listen to Serve” (2010), kemampuan untuk mendengarkan sangat diperlukan oleh seorang pemimpin, karena dalam setiap proses pengambilan keputusan, pemimpin membutuhkan informasi dan analisis sebagai bahan pertimbangan.
Faktor non-teknis lainnya yang juga berpengaruh besar dalam menentukan keberhasilan program pertanian jagung Polda Kalsel ini terletak pada visi pemimpinnya yang memiliki energi positif dan memberikan harapan.
Kapolda Kalsel Rosyanto Yudha Hermawan mampu membangkitkan rasa optimisme untuk meningkatkan kembali kontribusi sektor pertanian terhadap ekonomi Kalsel yang mengalami tren penurunan, serta pertumbuhannya yang cenderung melambat (BPS Kalsel, 2024). Jika tren penurunan ini terus diabaikan, bukan tidak mungkin daerah kita akan semakin rentan dalam menghadapi fluktuasi harga pangan yang mengarah kepada potensi terjadinya krisis pangan dan penurunan ekonomi masyarakat.
Apabila terjadi krisis pangan dan penurunan perekonomian masyarakat, maka angka kejahatan cenderung meningkat. Itulah irisan tugas pokok polisi dengan ketahanan pangan. Hal ini sesuai konsep tugas polisi itu adalah protect and serve (melindungi dan melayani).
Di balik visi tersebut terdapat parameter yang jelas, realistis dan terukur. Misalnya dengan pengalaman panen jagung, kapolda terus meningkatkan target secara bertahap menjadi 9 ton per hektare pada panen berikutnya.
Strateginya yakni dengan penguatan teknik budidaya tanaman jagung dan perluasan areal tanam. Parameter lainnya yang ingin dicapai yakni menargetkan 99.000 hektare lahan tanam untuk memenuhi 300 ribu ton jagung per tahun. Harapannya setelah kebutuhan pakan ternak dapat terpenuhi, harga telur maupun daging ayam dapat lebih terjangkau.
Program ketahanan pangan melalui pertanian jagung ini merupakan sebuah terobosan yang progresif. Karena tidak hanya membantu menekan potensi kebakaran hutan dan lahan yang kerap terjadi di lahan rawa/gambut, tetapi juga menjadi harapan baru untuk membawa Kalsel mencapai swasembada pangan dan peningkatan roda perekonomian. (*)