Berita Banjarmasin

Sebut Kandungan Zat Kimia Rokok Ilegal Tidak Terukur, IDI Kalsel Ungkap Risiko Bagi Perokok

Pada rokok ilegal, kandungan tar, kadmium, timbal, dan karbon monoksidanya sering kali tidak memenuhi batas aman.

Editor: Hari Widodo
tribunjogja/rizki halim
ROKOK ILEGAL-Ilustrasi- Rokok ilegal beredar luas dan banyak konsumennya. Padahal, menurut IDI Kalsel kandungan zat kimia rokol ilegal tidak terukur. 

BANJARMASINPOST.CO.ID- Di tengah gencarnya operasi pemberantasan rokok ilegal oleh Bea Cukai, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kalimantan Selatan mengingatkan bahwa persoalan terbesar bukan hanya soal pelanggaran aturan.

Ketua IDI Kalsel Sigit Prasetia Kurniawan mewanti-wanti ancaman kesehatan dari rokok jauh lebih besar.

Rokok ilegal pada dasarnya adalah produk yang beredar tanpa mengikuti standar hukum dan keselamatan yang ditetapkan negara.

“Bila rokok legal saja sudah terbukti berbahaya bagi kesehatan, rokok ilegal membawa risiko berlipat karena kandungan zat kimianya tidak terukur,” kata Sigit, Kamis (6/11/2023).

Baca juga: Rokok Ilegal Marak Beredar, Dosen FEB UIN Antasari Banjarmasin Ungkap Pemicunya

Ia menjelaskan rokok dan tembakau mengandung lebih dari 4.000 zat kimia berbahaya serta lebih dari 43 zat yang dapat memicu kanker.

 “Itu baru yang legal,” ujarnya.

Pada rokok ilegal, lanjut Sigit, kandungan tar, kadmium, timbal, dan karbon monoksidanya sering kali tidak memenuhi batas aman.

“Bahkan bisa lebih tinggi dari rokok yang resmi,” tambahnya.

Menurut Sigit, proses produksi rokok ilegal yang tidak diawasi menyebabkan kualitasnya tidak bisa dipastikan.

Bahan baku yang tidak jelas asal-usulnya membuat rokok ilegal berpotensi menimbulkan dampak kesehatan yang lebih serius, terutama pada paru dan jantung.

Fenomena rokok ilegal, kata Sigit, adalah konsekuensi rumit dari kebijakan pengendalian tembakau dengan menaikkan harga rokok resmi. 

“Ada kontradiksi. Ketika harga rokok naik untuk menekan jumlah perokok, sebagian masyarakat yang sudah kecanduan beralih ke rokok ilegal karena lebih murah,” ucapnya.

Nikotin, terang Sigit, merupakan zat psikoaktif yang membuat pengguna sulit berhenti karena memicu pelepasan dopamin di otak.

Kecanduan membuat sebagian perokok terap mencari rokok apa pun bentuknya, termasuk yang ilegal.

IDI mendorong pemerintah memperkuat regulasi pengendalian tembakau, termasuk memasukkan nikotin sebagai zat adiktif dalam Undang-Undang Narkotika.

“Upaya hukum harus sejalan beriringan dengan edukasi. Masyarakat harus paham bahwa bahaya rokok bukan hanya pada perokok aktif, tetapi juga perokok pasif. Dampaknya bisa kronis, berbiaya tinggi, dan menimbulkan komplikasi,” katanya.

IDI juga menegaskan dukungannya terhadap larangan penjualan rokok batangan untuk mencegah akses rokok pada anak.

 “IDI secara konsisten melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, terutama generasi muda dan pelajar, mengenai bahaya rokok konvensional maupun rokok elektronik seperti vape,” tuturnya.

Seiring meningkatnya penindakan rokok ilegal, Sigit mengingatkan penegakan hukum hanyalah satu sisi. Tanpa pemahaman publik tentang risiko kesehatan yang lebih berat, peredaran rokok ilegal akan terus memiliki pasar.

“Pada akhirnya, pencegahan sejak dini jauh lebih murah daripada mengobati,” ujarnya.

Berbeda dengan kota besar seperti Banjarmasin, penjualan rokok ilegal di Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) rata-rata sulit ditemukan.

Memang, peredaran rokok ilegal sempat ramai di warung atau kios. Namun dari penelusuran BPost, kini mulai sulit dicari.

Seorang pedagang kios di Kandangan berinisial R mengaku sempat berdagang rokok ilegal yang dibawa oleh sales.

“Beli dari sales biasanya dicampur dengan rokok legal berbagai merek. Memang lebih murah dari rokok legal. Ada yang kisaran Rp 10 ribu per bungkus. Untungnya Rp 1.000 per bungkus,” katanya.

Baca juga: Rokok Ilegal Banyak Beredar di Warung di Banjarmasin, Produk Amerika Lebih Murah dari Lokal

Namun, setelah adanya sosialisasi dari Bea Cukai, ia memilih tidak menjual lagi karena khawatir dengan risiko hukumnya.

“Jadi sempat didatangi petugas Bea Cukai. Kalau tidak salah tiga kali. Mereka memberitahukan agar tidak menjual lagi rokok ilegal,” jelasnya.

Terpisah, seorang perokok berinisial UD warga Kandangan, mengaku berhenti membeli produk ilegal karena memang sulit didapat. (ady/msr)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved