Berita Banjarmasin

Buruh Kalsel Ancam Mogok Massal, Jika Kenaikan UMP 2026 di Bawah 6,5 Persen

Kalau kenaikan UMP di bawah 6,5 persen, kami KSPI se-Indonesia sepakat akan melakukan mogok massal

Penulis: Muhammad Syaiful Riki | Editor: Hari Widodo
Banjarmasinpost.co.id/dok
UNJUK RASA- ilustrasi - Serikat buruh menggelar aksi unjuk rasa di depan DPRD Kalimantan Selatan. 

BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Serikat pekerja menilai lambannya pembahasan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2026 menunjukkan minimnya keberpihakan pemerintah pada buruh.

Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kalimantan Selatan (Kalsel), Zulfikar, bahkan menyebut perhatian pada nasib pekerja hanya muncul ketika jelang pemilu.

“Tahun ini bukan tahun politik, jadi ‘barternya’ lebih alot. Kalau tahun politik seperti kemarin, pejabat publik mudah sekali mengambil simpati masyarakat,” ujarnya, Selasa (18/11/2025).

Pernyataan itu muncul di tengah pembahasan UMP 2026 yang berlangsung sangat alot.

Baca juga: Pemkab HST Masih Menunggu Regulasi UMP 2026 dari Pemerintah Provinsi

Hingga penghujung November, pemerintah pusat belum mengeluarkan formula penghitungan upah minimum.

Keterlambatan ini membuat provinsi, termasuk Kalsel, tidak bisa melanjutkan pembahasan.

“Karena di pusat belum ada penetapan formula, kita di daerah ‘stuck’ tidak bisa apa-apa,” kata Zulfikar.

Ia menjelaskan, Dewan Pengupahan Daerah Kalsel sebenarnya masih memiliki empat kali rapat lagi, namun tidak ada yang bisa dibahas tanpa acuan resmi.

Serikat pekerja mengusulkan kenaikan UMP 2026 berada di angka 8,5 hingga 10,5 persen. Minimal, mereka berharap kenaikan dapat menyamai tahun lalu, yakni 6,5 persen.

Namun, Zulfikar mengaku mendengar kabar bahwa kenaikan tahun ini kemungkinan tidak akan mencapai angka tersebut.

“Kalau kenaikan di bawah 6,5 persen, kami KSPI se-Indonesia sepakat akan melakukan mogok massal,” tegasnya.

Baca juga: Pemkab HST Masih Menunggu Regulasi UMP 2026 dari Pemerintah Provinsi

Zulfikar turut menyoroti cara pandangan pandang pemerintah terhadap kelas pekerja. Ia membandingkan kondisi di Indonesia dengan negara maju sepertu Jerman dan Jepang, di mana buruh memiliki peran signifikan dalam menentukan kebijakan pengupahan.

“Di negara kita, pekerja masih dianggap beban. Padahal di negara-negara lain, kelas pekerja yang menentukan arah upah itu sendiri, karena akan berdampak pada roda perekonomian,” katanya.

(Banjarmasinpost.co.id/Muhammad Syaiful Riki)


Foto: M Syaiful Riki/Dok


ilustrasi - Serikat buruh menggelar aksi unjuk rasa di depan DPRD Kalimantan Selatan.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved