Berita Kalsel

Foto KTP Tersebar ke Mana-mana, Pelaku Scam Tidak Lagi Acak

Kelompok ini memanfaatkan bocornya data pribadi yang sudah tersebar luas dan tidak pernah kembali setelah keluar dari kendali

banjarmasinpost.co.id/kompas.com
Foto ilustrasi penipuan online 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Ledakan kasus scam di berbagai daerah, termasuk Kalimantan Selatan (Kalsel), bukan hanya persoalan kecanggihan pelaku, tetapi rapuhnya pengelolaan data masyarakat.

Konsultan IT dan CEO PT Jawara Data Nusantara, Andi Riza Syafarani, menjelaskan titik paling berbahaya justru ada pada proses yang selama ini dianggap sepele, yakni praktik fotokopi KTP. “Digitalisasi memang bergerak cepat, tetapi keamanan datanya tertinggal jauh,” kata Andi.

Ia menilai pelaku penipuan secara online saat ini bekerja secara terstruktur dan profesional, bukan acak. Kelompok ini memanfaatkan bocornya data pribadi yang sudah tersebar luas dan tidak pernah kembali setelah keluar dari kendali.

Menurut Andi, banyak orang tidak menyadari bahwa dokumen fisik yang mereka serahkan ke berbagai tempat leasing, konter HP, hotel, hingga tempat wisata, sering tidak dihancurkan atau disimpan dengan prosedur yang benar. “Dokumen itu difoto, diarsipkan, bahkan dijual. Dari situ pelaku bisa mengantongi nama, alamat, KTP, sampai NPWP,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa akar persoalan bukan semata minimnya literasi digital di masyarakat, melainkan ketimpangan informasi. Pelaku datang dengan data lengkap dan narasi matang, sementara masyarakat tidak memiliki kanal verifikasi cepat. “Begitu pelaku mencatut nama pajak, BPJS, atau bank, korban langsung panik karena merasa menghadapi masalah serius,” katanya.

Baca juga: Isi Curhatan Aliansi Dosen ASN Kemdiktisaintek Seluruh Indonesia Kalsel di Hadapan Menteri Keuangan

Padahal, teknologi untuk menekan scam sebenarnya sudah tersedia, mulai dari deteksi anomali transaksi, pemblokiran spam berbasis AI, hingga verifikasi identitas digital dan autentikasi dua langkah. “Masalahnya adalah integrasi. Kita punya teknologinya, tetapi lembaga-lembaga belum berbagi data ancaman secara real-time,” kata Andi.

Ia juga memaparkan pola berulang dalam modus scam, seperti permintaan OTP atau PIN, ancaman pemblokiran atau denda, penggunaan nomor pribadi, hingga pengalihan ke tautan yang tidak resmi. “Semakin mendesak nada mereka, semakin besar kemungkinan itu penipuan,” tegasnya.

Andi mendorong pemerintah memperkuat regulasi, teknologi, dan koordinasi untuk menekan kejahatan ini. Regulasi diperlukan melalui penegakan tegas perlindungan data pribadi. Dari sisi teknologi, ia menilai Indonesia harus segera meninggalkan praktik fotokopi KTP dan beralih ke identitas digital yang terstandarisasi. Sementara koordinasi membutuhkan integrasi pelaporan dan pemblokiran ancaman antara bank, operator seluler, kepolisian, dan instansi publik. “Sistem hanya sekuat titik terlemahnya. Selama kita masih memakai fotokopi KTP tanpa standar keamanan, kebocoran data dan scam tidak akan berhenti,” tutur Andi.

Kasubdit V Siber Ditreskrimsus Polda Kalsel, AKBP Arif Mansyur, sebelumnya menyampaikan pihaknyaa mengungkap 13 perkara scamming sepanjang 2024–2025, dengan rincian 3 perkara terjadi di Kalsel, sementara 10 perkara lainnya melibatkan pelaku dari luar daerah. (msr)

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved