Berita Tanahlaut

Lima Tahun Tukin Dosen Tak Dibayar, Adaksi Datangi Menkeu Purbaya, Ini Hasilnya

Aliansi Dosen ASN Kemdiktisaintek Seluruh Indonesia (Adaksi) datangi Menkeu Purbaya terkait tukin yang belum dibayarkan

Penulis: BL Roynalendra N | Editor: Hari Widodo
Dr Fatimah untuk BPost
AUDIENSI - Ketua Adaksi Dr Fatimah (sebelah kiri Menkeu) bersama jajaran beraudiensi dengan Menkeu RI Purbaya Yudhi Sadewa di kantor Kemenke, Jakarta, Jumat (21/11/2025). 

BANJARMASINPOST.CO.ID, PELAIHARI - Nada tegas disuarakan Aliansi Dosen ASN Kemdiktisaintek Seluruh Indonesia (Adaksi) saat audiensi dengan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, Jumat (21/11/2025).

Bertempat di Gedung Cakti, Kemenkeu, Jakarta, pertemuan itu berlangsung sejak pukul 09.00 WIB hingga 10.15 WIB.

Kepada media ini melalui telepon, Ketua Adaksi yang juga wakil 1 Direktur Politeknik Negeri Tanah Laut (Politala) Fatimah mengatakan, forum audiensi itu bukan sekadar penyampaian aspirasi tahunan, melainkan babak baru dalam perjuangan martabat dan kesejahteraan dosen ASN di seluruh Indonesia.

Pihak Adaksi lainnya yang hadir yaitu Anggun Gunawan, Eliyah AM Sampetoding, Prof Nikolas Fajar Wuryaningrat, Nur Rahmansyah, Mitra Yadiannur, Nova Abriano, Rudyanti Dorotea Tobing, Dicky Perwira Ompusunggu, dan Prihartini Ade Mayvita. Sejumlah pejabat Kemenkeu turut hadir mendampingi Menteri Keuangan selama jalannya dialog. 

Baca juga: Puluhan Dosen ASN Saintek Gelar Aksi di Kampus ULM Banjarmasin, Tuntut Pembayaran Tukin Dirapel

Dalam pertemuan itu Adaksi memaparkan tiga problem besar yang selama ini dianggap membebani dosen ASN sekaligus mengacaukan ekosistem pendidikan tinggi nasional.

Pertama, rapelan Tukin 2020–2024. Ini bukan tuntutan baru, tetapi hak selama lima tahun tidak ditunaikan.

Fatimah menegaskan Tukin dosen ASN Kemdiktsaintek memiliki dasar hukum yang sangat jelas yaitu Perpres Nomor 136/2018 dan Permendikbud Nomor 49/2020. Namun pembayaran selama periode 2020-2024 tidak pernah direalisasikan meski dasar hukumnya tidak pernah dicabut.

Kedua, kelemahan tata kelola keuangan PTN: BLU dan BH justru menciptakan jurang ketidakadilan.

Ia menilai model klasterisasi PTN menjadi Satker–BLU–BH bukan lagi menjadi solusi, tetapi sumber ketimpangan struktural dalam dunia pendidikan tinggi.

Menurut pemaparan ADAKSI, terjadi ketidakadilan ekstrem. Selisih remunerasi dosen antar-PTN sangat lebar tanpa dasar rasional.

Banyak dosen PTN BLU/BH menerima penghasilan di bawah nominal Tukin. Bahkan di dalam kampus yang sama, terdapat jurang remunerasi antar-fakultas.

Hal yang lebih menyedihkan banyak PTN BLU/BH terdorong menerima mahasiswa sebanyak mungkin demi mengejar pendapatan, sehingga beban mengajar dosen melonjak hingga 60 SKS atau lebih dari 20 kelas per semester. 

Ini situasi yang tidak manusiawi, merusak kualitas pengajaran, menghilangkan ruang riset, dan menggerus kesehatan mental.

Ia menilai fenomena tersebut juga berdampak destruktif bagi pendidikan secara nasional karena mempercepat kolapsnya perguruan tinggi swasta akibat perebutan mahasiswa.

Ketiga, papar doktor kritis ini, tunjangan fungsional mandeg selama 18 tahun. Namun profesi lain justru naik, sedangkan dosen malah nyaris terlupakan.

Menurut Fatimah, stagnansi tunjangan fungsional sejak 2007 adalah ironi nasional.

Selama hampir dua dekade tidak ada kenaikan, sementara dosen dituntut terus berlari untuk publikasi, penelitian, inovasi, pengabdian, dan pembangunan SDM bangsa.

Ia mengapresiasi jawaban langsung Menkeu Purbaya yang dikatakannya bernada komitmen dan terbuka.

Dalam audiensi, Menkeu menyampaikan beberapa hal penting, yaitu:

  • Negara bersedia membayarkan rapelan Tukin 2020–2024 setelah Kemendiktisaintek mengajukan permohonan resmi.
  • Pemerintah meminta data take home pay seluruh dosen di PTN, terutama BLU dan BH, untuk memetakan ketimpangan nyata.
  • Indonesia membutuhkan standar penghasilan nasional untuk dosen ASN tanpa membedakan klaster PTN.
  • Sistem klasterisasi Satker–BLU–BH perlu dievaluasi karena menciptakan distorsi dan ketidakadilan.
  • Alokasi mandatory spending 20 persen pendidikan harus ditelusuri ulang agar benar-benar dirasakan sektor pendidikan.
  • Stagnasi tunjangan fungsional selama hampir 20 tahun akan masuk agenda evaluasi menyeluruh penghasilan ASN.
  • Kemenkeu membuka ruang audit investigatif terhadap PTN BLU/BH terkait aset negara, BOPTN, dan penyertaan APBN.

Menurut  Fatimah, pertemuan tersebut menjadi momentum penting agar negara lebih hadir dalam memastikan sustanaibilitas pendidikan tinggi nasional.

Baca juga: Dosen Tunggu Perpres Pencairan Tukin, Menteri Dikti Saintek Upayakan Juli Realisasi

Ditegaskannya, Adaksi tidak akan berhenti di meja audiensi. Sebaliknya akan mengawal tindak lanjut melalui Kemendiktisaintek, memperjuangkan pembayaran Tukin 2020–2024, penataan tata kelola PTN, dan revisi tunjangan fungsional. 

"Kami ingin sistem pendidikan tinggi Indonesia sehat, berkeadilan, dan manusiawi," tegas Fatimah. 

Ia menutup dengan satu pesan; negara tidak akan pernah bisa menghadirkan SDM unggul tanpa memastikan dosennya berdiri tegak dengan sejahtera. 

Kualitas pendidikan tinggi tidak boleh lahir dari kelelahan dan pengorbanan tanpa batas. (banjarmasinpost.co.id/banyu langit roynalendra nareswara)


FOTO: ADAKSI UNTUK BPOST GROUP 
AUDIENSI - Ketua Adaksi Dr Fatimah (sebelah kiri Menkeu) bersama jajaran beraudiensi dengan Menkeu RI Purbaya Yudhi Sadewa di kantor Kemenke, Jakarta, Jumat (21/11)


KETUA Adaksi Dr Fatimah (sebelah kiri Menkeu) berpose dengan Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa seusai audiensi, Jumat (21/11).
 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved