Berita Jakarta
Menkominfo Ungkap Tiga Dasar Hukum Pembatasan Internet di Papua Selama Kerusuhan Massa
Menteri Komunikasi dan Informatika ( Menkominfo) Rudiantara menyebut, pembatasan internet di wilayah Papua memilili landasan hukum.
BANJARMASINPOST.CO.ID, SURABAYA - Mendapat protes dari sejumlah kalangan terkait pembatasan internet selama aksi demo di Papua, Menteri Komunikasi dan Informatika ( Menkominfo) Rudiantara menyebut, pembatasan internet di wilayah Papua memilili landasan hukum.
Tujuan utamanya untuk melindungi kepentingan masyarakat.
Setidaknya, dia menyebut ada 3 dasar hukum kebijakan pembatasan internet di wilayah Papua pasca-terjadinya kerusuhan awal pekan lalu. Yang pertama, UUD 45 tentang hak asasi manusia.
"Hak asasi manusia itu tidak sepihak, tapi juga harus melihat hak orang lain," kata Rudiantara, saat menghadiri perhelatan e-Sport bertajuk "Games Land Party" di Surabaya, Sabtu (24/8/2019).
Kedua adalah Undang-Undang ITE Pasal 40. Kata Rudiantara, di pasal tersebut dijelaskan jika pemerintah wajib melindungi masyarakat, karena itu pemerintah diberi kewenangan.
Baca: HEBOH! Kapolsek Perempuan Beri Miras 2 Kardus ke Mahasiswa Papua, Ini Penjelasan Polda Jawa Barat
Baca: 10 Orang Jadi Tersangka Kerusuhan di Timika Papua, Polisi: Berdasarkan Gelar Perkara dan CCTV
Masyarakat yang dimaksud adalah masyarakat Indonesia secara umum. "Dasar hukum pembatasan data internet juga dijelaskan dalam undang-undang telekomunikasi," ujar dia.
Rudiantara belum mengetahui, kapan pembatasan data internet di Papua akan berakhir.
Pihaknya sedang menunggu analisa pihak terkait untuk mencabut pembatasan data internet di Papua.
Pemerintah Indonesia menurutnya masih melunak dalam mengatasi tersebarnya berita hoaks tentang kondisi Papua.
"Kami hanya membatasi data internet. Telepon dan SMS masih bisa. Di beberapa negara bahkan ada yang menerapkan kebijakan menutup semua saluran informasi termasuk data internet," ucap dia.
Pemerintah Tetap Transparan
Sebelumnay, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) meminta pemerintah tetap transparan mengungkap dugaan tindakan diskriminasi terhadap mahasiswa Papua di Surabaya meskipun menutup akses internet di wilayah Papua dan Papua Barat.
"Kami meminta pemerintah tetap terbuka mengungkap kasus dugaan diskriminasi terhadap mahasiswa Papua. Dengan menutup segala akses internet di Papua dan Papua Barat, bukan berarti pemerintah tidak terbuka terhadap masyarakat Papua," ujar Febi Yonesta dari YLBHI saat konferensi pers di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2019).
Baca: Demo Kembali Pecah di Kota Sorong, Gas Air Mata Polisi Dibalas Lemparan Batu, Massa Bakar Dua Kios
Baca: Aksi Massa Pecah di Timika Papua, Kantor DPRD Mimika Dirusak, 2 Polisi Luka, 20 Warga Diamankan
Febi menuturkan, penutupan akses internet sebenarnya merugikan masyarakat Papua dan Papua Barat karena tidak bisa memperoleh informasi, pelayanan publik yang membutuhkan internet, dan akses kebutuhan dasar lainnya.
Dengan sulitnya memperoleh informasi oleh masyarakat Papua, lanjutnya, pemerintah dan aparat penegak hukum perlu tetap memberikan informasi sehingga hak masyarakat Papua dan Papua Barat tidak terciderai.
