Kasus Pengalihan IUP
Sidang Dugaan Korupsi Pengalihan IUP di Kabupaten Tanbu, Dua Saksi Ahli Beri Keterangan
Dua saksi ahli dan terdakwa kasus pengalihan IUP di Kabupaten Tanbu diperiksa dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Senin (23/5).
Penulis: Achmad Maudhody | Editor: Alpri Widianjono
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Persidangan dugaan korupsi terkait pengalihan Izin Usaha Pertambahan di kabupaten tanah bumbu (Tanbu) digelar di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Senin (23/5/2022).
Terdakwanya adalah mantan Kadis ESDM Tanbu, yakni H Dwijono Putrohadi Sutopo.
Dipimpin Ketua Majelis Hakim, Yusriansyah, dalam sidang dihadirkan dua saksi ahli oleh penasihat hukum, yakni ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakir, dan pakar hukum tata negara, Margarito Kamis.
Kepada ahli Mudzakir, ditanyakan melalui perumpamaan apakah transaksi pinjam-meminjam uang oleh seorang kepala dinas dari seseorang pengusaha pada 2015 dapat diklasifikasikan sebagai suap atau gratifikasi.
Pinjaman uang itu terkait pengurusan pengalihan IUP milik perusahaan pada 2011.
Baca juga: Kasus Bagikan Amplop di DPRD Kabupaten Banjar, Kajari: Kalau Ada Laporan Akan Dilanjutkan
Baca juga: Sidang Dugaan Korupsi Bupati HSU Non Aktif, Saksi Antar 3 Boks Mie Instan Penuh Uang Lewat Ajudan
Kemudian, Mudzakir mengatakan, suatu transaksi pinjam-meminjam dapat diklasifikasikan sebagai gratifikasi atau suap tergantung pada ikrar kesepakatan awal.
"Pinjam-meminjam dalam bahasa hukum tetap pinjam meminjam. Artinya, ada pemilik dana dan peminjam dana. Harus ada kesepakatan pinjaman tersebut. Dalam hal pinjam-meminjam, kewajiban peminjam harus mengembalikan dana ke yang meminjamkan. Itu dibolehkan dan tidak bisa diklasifikasikan sebagai suatu perbuatan melawan hukum," ujarnya.
Sedangkan esensi suap, kata dia, harus ada pihak pemberi suap. Penyelenggara negara bersedia berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajiban dalam jabatannya.
"Tinggal dibuktikan, apakah itu kesepakatan itu ada atau tidak," terangnya.
Selanjutnya kepada Margarito, ditanyakan juga melalui perumpamaan mekanisme pertanggungjawaban suatu produk hukum berupa SK yang diterbitkan Bupati terkait IUP pada 2011.
Baca juga: Tragedi Jumat Kelabu di Banjarmasin, Aswin Kenang Momen Terakhir Berjumpa dengan Anak Sulungnya
Baca juga: Peringati Tragedi Jumat Kelabu di Banjarmasin, Puluhan Mahasiswa Gelar Teatrikal
Saat itu, kewenangan terkait IUP berada pada kepala daerah tingkat II.
Disampaikan Margarito, dengan perumpamaan demikian, Bupati menjadi satu-satunya orang di lingkup pemerintahan tingkat II yang berkewenangan menerbitkan produk hukum terkait IUP.
"Dari ilmu administrasi negara, kewenangan cuma ditemukan di dalam UU, didefinisikan di UU, tidak ada di tempat lain. Bupati adalah satu satunya pejabat yang berkewenangan menerbitkan IUP," urainya.
Adanya kesalahan administrasi, menurutnya, adalah hal yang biasa dan dapat diperbaiki. Asalkan, tidak bersinggungan dengan persoalan pidana yang mendasari terjadinya kesalahan administrasi tersebut.
Dalam sidang yang masih berlangsung sekitar pukul 22.20 Wita ini, pemeriksaan terhadap terdakwa juga sekaligus dilaksanakan.
Baca juga: VIDEO Tergenang Air Pasang, Begini Aktivitas Jual Beli di Pasar Besar Ujung Murung Banjarmasin
Baca juga: 89.715 Calon Jemaah Haji Sudah Lakukan Pelunasan, Sisanya 2.531 Diambil dari Cadangan
Dalam keterangannya, terdakwa mengatakan bahwa aliran dana total Rp 13,6 miliar lebih yang diterima dari almarhum Henry Soetio, baik melalui kartu ATM atas nama Yudi Aron, merupakan utang-piutang. Bukan suap.
Pasalnya, kata terdakwa, uang itu diserahkan kepadanya melalui ATM atas nama Yudi Aron pada 2015. Jauh setelah adanya pengalihan IUP dari PT BKPL kepada PT PCN milik almarhum Henry Soetio pada 2011.
"Pinjaman itu karena adik saya yang bilang mau kerja (usaha). Jadi, saya komunikasikan ke almarhum Pak Henry dan disetujui, walaupun tidak seluruhnya dan bertahap karena saya ajukan (pinjaman) Rp 20 miliar," terangnya.
Diakui terdakwa H Dwijono Putrohadi Sutopo, dana tersebut sebagian dijadikan modal untuk mendirikan PT BMPE yang bergerak di bidang pertambangan batu bara. Direktur perusahaan ini adalah adik kandungnya.
Meski demikian, tak ditampiknya pula dari dana tersebut juga ada yang digunakan untuk keperluan di luar operasional perusahaan, yaitu ditransfer kepada isterinya, juga isteri mudanya dan sejumlah keperluan lain.
Baca juga: Petugas Gabungan Sosialisasikan Aturan Jam Operasional dan Keluar Masuk Truk ke Kota Banjarmasin
Baca juga: Khawatir Proyek Jalan Lontar-Tanjung Seloka Gagal Dilaksanakan, DPRD Kotabaru Lakukan Ini
Saat ditanya jaksa mengenai aliran dana tersebut ada yang turut mengalir kepada Bupati Tanbu saat itu, terdakwa mengatakan tidak ada.
Selesai memeriksa terdakwa, Majelis Hakim kembali menunda persidangan untuk dilanjutkan saat Senin (30/5). Agendanya, pembacaan tuntutan
(Banjarmasinpost.co.id/Achmad Maudhody)
