Opini

Memastikan Dana Halal Kampanye

Sistem pemilihan secara langsung telah membuka keran seluas-luasnya bagi siapa saja untuk merebut pengaruh publik.

Editor: Edi Nugroho
(Banjarmasinpost.co.id/Muhammad Syaiful Riki)
Ilustrasi alat peraga kampanye Pemilu 2024 di Kalimantan Selatan (Kalsel) 

Kedua, untuk memastikan tidak terkendalinya parpol dan caleg dari kepentingan penyumbang atau donatur gelap.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa pendanaan terhadap peserta pemilu dan caleg acap kali datang dari kantong donatur ilegal.

Bahkan pendanaan ilegal ini tidak hanya terjadi di hajatan besar seperti pemilu dan pileg, namun juga pilkada.

Survei yang dilakukan Litbang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada sejumlah pasangan calon (paslon) kepala/wakil kepala daerah yang berlaga dalam beberapa pemilihan kepala daerah (pilkada) menunjukkan, sebagian besar calon mengandalkan donasi pihak ketiga.Pada Pilkada 2017, 82,3 persen calon kepala daerah dan wakil kepala daerah menyatakan dibantu oleh donatur.

Sementara pada Pilkada 2018, calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dibantu donatur 70,3 persen. Dengan demikian, bukan tidak mungkin ketergantungan sejumlah paslon kepada donatur pun kembali terjadi pada perlehatan pemilu dan pileg 2024.

Ketiga, untuk memastikan bahwa biaya kampanye yang tinggi bukan satu-satunya faktor pendorong keberhasilan kandidat atau pun parpol mendulang suara tinggi.

Karisma figur, popularitas, serta kesukaan publik terhadap calon juga penting untuk diperhatikan.

Dengan begitu, kandidat yang terpilih tidak lagi ditentukan oleh biaya politik yang tinggi. Melainkan sikap, rekam jejak dan perilakunya sehari-harinya yang menentukan.

Guna menciptakan transparansi dana kampanye, serta praktik ketidakjujuran tidak selalu terulang dalam setiap pagelaran demokrasi, Bawaslu tidak hanya diberi wewenang secara administratif saja. Lebih dari itu, Bawaslu diberi wewenang yang lebih strategis.

Misalnya, Bawaslu diberi kewenangan mengaudit danmenginvestigasi dana kampanye secara komprehensif.

Selama ini Bawaslu tidak memiliki kewenangan dalam mengaudit dana kampanye peserta pemilu pileg bahkan pilkada secara penuh.

Kendati diberi kewenangan, itu hanya bersifat administratif dan tidak masuk hingga memastikan data kebenaran yang dilaporkan oleh kandidat.

Kelemahan inilah yang membuat kandidat bisa memanipulasi biaya kampanye seperti melebihi batas sumbangan yang ditentukan, penerimaan barang yang tidak bisa dinominalkan dan lain sejenisnya.

Oleh karenanya, Bawaslu tidak boleh hanya menerima laporan audit dari Kantor Akuntan Publik (KAP) yang ditunjuk oleh KPU yang sebatas audit kepatuhan atau administratif.

Namun punya wewenang lebih luas, yakni untuk mengaudit dan menginvestigasi aliran dana kampanye kandidat.

Dengan demikian, kandidat akan sulit untuk memanipulasi dana kampanye karena diawasi langsung oleh Bawaslu.(*)

Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved