Tajuk

Hikmah Bubarnya JI

ORGANISASI Jamaah Islamiyah (JI) melalui tokoh dan anggota-anggota seniornya resmi membubarkan diri di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat

Editor: Edi Nugroho
Tribunnews
Ilustrasi: Jemaah Islamiyah menyatakan membubarkan diri melalui video yang diunggah pada 30 Juni 2024. (Via CNA) 

ORGANISASI Jamaah Islamiyah (JI) melalui tokoh dan anggota-anggota seniornya resmi membubarkan diri di Bogor, Jawa Barat, Minggu (30/6).

Mereka juga mendeklarasikan diri untuk kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Hal itu diketahui dari unggahan video deklarasi di sebuah akun YouTube dengan menampakkan seorang pria yang sedang membacakan pernyataan dengan belasan orang berdiri di belakangnya.

Pria yang membacakan deklarasi itu disebut sebagai tokoh JI dan diketahui pernah menjadi pemimpin atau amir, yang bernama Abu Rusdan.

Baca juga: Bicara dengan Bupati Tanbu, Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina Pastikan tak Maju di Pilgub Kalsel 2024

Baca juga: Dosen Pertanian ULM Banjarbaru Sebut Padi Apung Jadi Solusi Petani di Wilayah Curah Hujan Tinggi

Kelompok atau organisasi JI ini awalnya didirikan dengan tujuan menegakkan negara Islam dengan konsentrasi gerakan di Indonesia.

Didirikan oleh Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Baasyir pada 1993, JI kemudian dinyatakan sebagai organisasi terlarang pada 21 April 2008.

Nama JI kerap dikaitkan dengan berbagai aksi teror yang melanda Indonesia sejak 2000. Bom Bali I pada 12 Oktober 2002 tercatat sebagai aksi teror terbesar dengan 202 korban jiwa, dan memunculkan nama JI sebagai organisasi yang bertanggung jawab atas ledakan bom yang terjadi sebelumnya.

Setelah JI bubar, bukan berarti gerakan serupa tidak mungkin muncul lagi.

Bisa saja ada potensi munculnya gerakan atau organisasi serupa yang bermula dari penyimpangan pemahaman agama.

Setidaknya, ada tiga faktor yang bisa memicu munculnya gerakan terorisme ini. Pertama faktor domestik. Misalnya, kemiskinan yang terus membayangi masyarakat menjadi bagian pemicu terjadinya gerakan aksi terorisme. Begitu pula dengan pendidikan yang rendah.

Tak kalah penting, perlakuan hukum yang tidak adil dari rezim pemerintahan yang berkuasa.
Kedua, faktor internasional. Jaringan terorisme tak lepas dari keterlibatan pihak luar.

Jaringan terorisme internasional memang cukup kuat dalam memberikan dukungan logistik. Misalnya, pasokan persenjataan. Tak hanya itu, jaringan internasional pun memberikan dana. Bahkan, ada ikatan emosional yang kuat antara jaringan lokal dengan internasional.

Ketiga, faktor kultural. Masih banyak ditemukan orang memiliki pemahaman yang sempit dalam menerjemahkan nilai-nilai agama yang berkembang di tengah masyarakat.

Akibatnya, pelaku dapat dipengaruhi, mengikuti pemberi pengaruh untuk melakukan teror kepada masyarakat.

Pemberantasan tindak pidana terorisme tak melulu melalui pendekatan criminal justice system. Pemerintah juga mesti melakukan pendekatan ekonomi, sosial, dan budaya.

Rangkaian itu dilakukan dalam rangka mencegah agar tidak berulang aksi peledakan bom bunuh diri maupun teror bom terhadap masyarakat.

Adanya deklarasi pembubaran JI ini harus disambut baik. Mereka bisa jadi lokomotif untuk menyadarkan orang-orang yang terpapar pemahaman yang salah. Pemerintah bisa menggandeng mereka untuk mencegah adanya aksi terorisme di negeri ini. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Ketika Umar Dikritik

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved