Pilkada Banjarbaru 2024

Lisa-Wartono Otomatis Menang, Pakar Hukum Tata Negara : Pemantau Bisa Gugat Pilkada Banjarbaru

Keputusan KPU RI otomatis menguntungkan pasangan calon tunggal Lisa Halaby-Wartono, yang akan dinyatakan menang tanpa memandang jumlah suara diperoleh

Penulis: Muhammad Syaiful Riki | Editor: Hari Widodo
Banjarmasinpost.co.id/Muhammad Syaiful Riki
Ilustrasi - penetapan nomor urut pasangan calon Pilkada Banjarbaru 2024. Meski telah didiskualifikasi, gambar Aditya-Said tetap terpampang di surat suara. 

BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARBARU – Demokrasi di Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, tengah menghadapi tantangan besar menyusul keputusan KPU RI Nomor 1774 Tahun 2024.

Keputusan ini memicu kekhawatiran karena dinilai mempersempit hak pilih warga dengan tidak memberikan opsi untuk memilih kolom kosong.

Namun, kehadiran lembaga pemantau pemilu disebut dapat menjadi kunci untuk menjaga integritas demokrasi di Banjarbaru.

Keputusan KPU tersebut menyatakan suara pasangan Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah, yang masih tercantum dalam surat suara namun telah didiskualifikasi, dianggap tidak sah.

Baca juga: Suara Aditya Otomatis Dialihkan ke Lisa Halaby di Pilkada Banjarbaru, KPU RI Keluarkan Pedoman

Baca juga: Pilkada Banjarbaru 2024 Diduga Cacat Hukum, Forum Ambin Dorong Warga Melakukan Gugatan

Hal ini otomatis menguntungkan pasangan calon tunggal Lisa Halaby-Wartono, yang akan dinyatakan menang tanpa memandang jumlah suara yang diperoleh. 

Meski demikian, celah hukum tetap ada bagi pihak yang memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk menggugat keputusan ini melalui jalur hukum.

Salah satu pihak yang dapat melakukan langkah tersebut adalah lembaga pemantau pemilu resmi yang terdaftar di KPU.

Pakar Hukum Tata Negara, Ahmad Fikri Hadin, menyatakan bahwa lembaga pemantau memiliki posisi strategis untuk mengajukan gugatan hasil pemilu jika ditemukan indikasi pelanggaran atau ketidakadilan dalam pelaksanaan pemilu.

Kedudukan hukum lembaga pemantau diatur dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c dan d Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 2 Tahun 2016, yang kemudian diubah dengan PMK Nomor 2 Tahun 2017.

“Pemantau pemilu dapat mengajukan gugatan jika memiliki bukti kuat terkait pelanggaran prinsip kedaulatan rakyat atau aturan pemilu yang menguntungkan pihak tertentu,” ujar Fikri.

Keberadaan lembaga pemantau penting untuk memastikan proses demokrasi berjalan dengan adil, jujur, dan sesuai aturan.

Dalam konteks Banjarbaru, lembaga pemantau dapat menjadi representasi rakyat untuk memastikan tidak ada keputusan yang merugikan hak suara warga. 

Sebelum mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK), lembaga pemantau perlu memastikan bahwa proses dan ketentuan yang diatur dalam PMK Nomor 2 Tahun 2017 telah dipenuhi.

Selain itu, lembaga pemantau harus mengumpulkan bukti kuat yang menunjukkan adanya pelanggaran atau ketidakadilan dalam keputusan atau pelaksanaan pemilu.

Eks Komisioner KPU Kalsel, Edy Ariansyah, menekankan bahwa peran lembaga pemantau sangat penting untuk mengawasi dan melaporkan proses pemungutan suara, termasuk memastikan informasi terkait diskualifikasi pasangan calon disampaikan secara transparan kepada pemilih.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved