Jendela

Bendera bajak Laut

Bendera menghadirkan persatuan bagi kelompok manusia, entah itu suku, tim olahraga, organisasi, lembaga, atau bangsa

Editor: Hari Widodo
ISTIMEWA
Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari, Mujiburrahman. 

Kalau kita menggunakan trias politica Montesquieu, maka yang dituju oleh kritik ini adalah para eksekutif (presiden, kabinetnya hingga ke bawah), legislatif (DPR dan MPR), dan yudikatif (Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dan lembaga peradilan lainnya). Singkatnya, semua orang yang diberi kuasa mengelola negara ini. Namun, kiranya tidak adil jika segala salah diarahkan ke pemerintah semata. Pemerintah suatu negara, sedikit banyak, adalah juga cermin dari rakyatnya.

Dalam sistem demokratis saat ini, para anggota DPR, bupati/walikota, gubernur, presiden beserta wakil masing-masing, dipilih langsung oleh rakyat.

Jika mayoritas rakyat hanya akan memilih calon yang membayar mereka (politik uang), maka mereka juga turut berkontribusi bagi maraknya korupsi di negeri ini. Jika sebagian rakyat suka menyogok aparat hukum, maka mereka juga turut berdosa menciptakan mafia hukum.

Tentu saja, jika ditimbang-timbang, kesalahan rakyat biasa tak sebanding dengan penguasa. Rakyat biasa mungkin hanya dapat ratusan ribu rupiah saat pemilu lima tahun sekali, sedangkan penguasa mengambil balik berlipat-lipat.

 Jika pengusaha kaya bisa mendanai politisi milyaran bahkan trilyunan rupiah, maka “keuntungan balik” yang diambilnya tentu sangat banyak. Kesalahan kaum ulama dan cendekiawan tentu tak sama dengan kesalahan orang awam. Namun, kesalahan tetaplah kesalahan, kecil atau besar. Kesalahan kecil yang dilakukan oleh banyak orang juga bisa menjadi besar.

Karena itu, marilah kita jadikan bulan Agustus kali ini sebagai momentum bersama untuk introspeksi, mengevaluasi kesalahan masing-masing. Sebuah pengingat, entah berupa ucapan, tulisan, ataupun bendera, sebaiknya kita lihat secara positif, agar kita tidak terjerumus ke jurang kehancuran. Seperti kata Bung Hatta, “persatuan bukan persatean”. Daging sate bersatu karena dipaksa dengan tusuk sate. Persatuan harus lahir dari kesadaran, bukan paksaan. Jangan sampai seperti diungkapkan Al-Qur’an, “Kau kira mereka bersatu, padahal hati mereka berseteru” (QS 59:14). (*)


 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved