Berita Viral

Tinggalkan Pernikahan demi Cinta Penjual Batagor, Mempelai Wanita Dituntut Ganti Rugi Rp133 Juta

Seorang calon pengantin wanita berinisial V di Desa Pucuksari, Kecamatan Weleri, Kendal, Jawa Tengah menjadi sorotan publik.

|
Editor: Murhan
TikTok @kentoscbaudio
CALON PENGANTIN KABUR - Seorang calon pengantin wanita di Kendal kabur sebelum akad nikah. Padahal semua persiapan telah selesai. Vina diduga kabur bersama mantan kekasihnya 

Kasus pembatalan pernikahan secara sepihak kerap terjadi di Indonesia.

Lantas, apakah pembatalan pernikahan secara sepihak bisa dikenai sanksi hukum?

Penjelasan Ahli Hukum

Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Agus Riwanto mengatakan bahwa tidak sanksi hukum apabila salah satu mempelai tidak menepati janji untuk menikah.

"Ya, kalau di dalam hukum perdata yang enggak ada sanksinya itu," tuturnya saat dihubungi oleh Kompas.com, Senin (11/7/2022).

"Karena kalau di dalam Undang-undang Perkawinan 174 itu kan yang disanksikan setelah pernikahan. Kalau orang sudah menikah kemudian salah satunya membatalkan namanya perceraian. Kalau belum ada perkawinan, ya itu tidak ada sanksinya," jelas Agus.

Akan tetapi, apabila ada pihak yang merasa dirugikan atas pembatalan pernikahan secara sepihak itu, maka pihak tersebut bisa mengajukan gugatan perdata yang berlandaskan putusan Mahkamah Agung No. 3277 K/Pdt/2000.

Putusan ini mengatur mengenai hal tidak memenuhi janji nikah adalah pelanggaran norma kesusilaan dan kepatutan.

"Ya memang itu caranya, satu-satunya cara ya itu. Dasarnya itu, bisa dijadikan dasar untuk menggugat pihak laki-laki karena membatalkan perkawinan yang sudah direncanakan ke pengadilan negeri," kata Agus.

"Gugatannya apa? Itu terserah yang bersangkutan buat apa. Misalnya ingkar janji, gugatannya bisa saja membalikkan uang sekian ratus juta karena sudah memalukan," ungkapnya.

"Tapi itu kan juga tergantung hakimnya, putusannya apa. Bisa dikabulkan bisa tidak," imbuh Agus.

Tidak bisa dipidanakan

Pasangan yang tidak menepati janji untuk menikah, kata Agus, merupakan kasus yang hanya bisa diselesaikan secara hukum perdata. Dan tidak bisa dipidanakan.

Terlebih lagi apabila kedua pihak sebelumnya tidak terikat pernikahan dengan orang lain.

Sebagai contoh kasus, pasangan memutuskan untuk menikah lantaran perempuannya hamil di luar nikah. Namun, pada hari pernikahan laki-laki tersebut tidak menepati janji untuk menikah.

"Jadi hubungan antara kedua belah pihak itu hubungan antara suka sama suka. Jadi kalau perempuannya hamil ya juga tidak bisa diberi sanksi karena itu dianggap sebagai perbuatan suka sama suka," kata Agus.

"Kalau di dalam KUHP, itu juga tidak bisa disebut zina. Kalau zina kan ada sanksinya. Zina di KUHP itu kan salah satu pihak itu harus menikah atau kawin, sehingga ada pihak yang dirugikan," imbuhnya

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved