BPost Cetak

Polemik Revisi UU KPK, Jokowi Tak Setuju Penyadapan Harus Izin External

Dewan Pengawas itu nantinya dipilih oleh presiden, beranggotakan tokoh masyarakat, akademisi atau pegiat antikorupsi.

Editor: Hari Widodo
BPost Cetak
Banjarmasinpost Edisi Sabtu (14/9/2019) 

BANJARMASINPOST.CO.ID - DI tengah kontroversi revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Presiden Joko Widodo memberi dukungan terhadap langkah tersebut.

Ada tiga hal yang diusulkan pemerintah terkait revisi yaitu soal Dewan Pengawas (DP) KPK, wewenang menghentikan penyidikan, dan status pegawai KPK.

“Terhadap isu lain saya mempunyai catatan dan pandangan berbeda terhadap substansi yang diusulkan oleh DPR,” kata Presiden Jokowi di Istana Negara Jakarta, Jumat (13/9).

Dalam kesempatan itu Presiden Joko Widodo (Jokowi) didampingi Menteri Sekretaris Negara, Pratikno dan Kepala Staf Presiden, Muldoko.

“Pertama perihal keberadaan Dewan Pengawas memang perlu karena semua lembaga negara, presiden, MA, DPR bekerja dalam prinsip check and balances, saling mengawasi. Hal ini dibutuhkan untuk meminimalkan potensi penyalahgunaan kewenangan,” ujar Jokowi.

Baca: Agus Cs Kembalikan Mandat ke Presiden, Saut Mundur Setelah DPR Pilih Pimpinan KPK

Baca: Lapor Polisi Saat Foto Tanpa Busananya Viral, Terkuak Cewek Asal Ngawi Ini Dijanjikan Gaji Rp4 Juta

Baca: Detik-detik Seorang Ibu Selamatkan Diri Saat Mobil Rush Tertabrak Kereta Api Tegal Bahari

Baca: Kisahnya Viral, Demi Kembalikan Dompet yang Terjatuh, Pria Ini Rela Kayuh Ontel 24 Jam Solo-Pasuruan

Presiden mencontohkan dirinya diawasi dan diperiksa Badan Pengawas Keuangan (BPK) dan DPR.

“Dewan Pengawas saya kira wajar dalam proses tata kelola yang baik,” tambah Presiden.

Dewan Pengawas itu nantinya dipilih oleh presiden, beranggotakan tokoh masyarakat, akademisi atau pegiat antikorupsi. Calon Anggota Dewan Pengawas dijaring oleh panitia seleksi.

Kedua, mengenai penerapan wewenang KPK menghentikan penyidikan melalui penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Dalam UU KPK yang ada saat ini KPK tidak boleh menghentikan penyidikan.

Menurut Jokowi, keberadaan SP3 juga diperlukan sebab penegakan hukum harus menghormati prinsip-prinsip hak azasi manusia dan kepastian hukum.

“Dalam RUU yang disusun DPR, diberikan waktu maksimal 1 tahun untuk mengeluarkan SP3, kami minta 2 tahun. Supaya ada waktu memadai bagi KPK. Penting memberi kewenangan KPK untuk menerbitkan SP3 yang bisa digunakan ataupun tidak digunakan,” kata Presiden.

Sedangkan mengenai status kepegawaian di KPK, Jokowi mengusulkan agar mereka menjadi aparatur sipil negara, seperti halnya pegawai di Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

“Ketiga, pegawai KPK adalah aparatur sipil negara yaitu PNS atau P3K (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) hal ini juga terjadi di lembaga-lembaga lain yang mandiri seperti MA, MK, dan lembaga independen lain seperti KPU serta Bawaslu,” tambah Presiden.

Sebaliknya Jokowi tidak setuju mengenai empat usulan dalam revisi UU KPK yang diajukan DPR diantaranya mengenai penyadapan.

“Saya tidak setuju jika KPK harus memperoleh izin dari pihak eksternal untuk melakukan penyadapan. Misalnya harus izin ke pengadilan, tidak. KPK cukup memperoleh izin internal dari Dewan Pengawas untuk menjaga kerahasiaan,” kata Presiden.

Baca: Sepele Hanya Karena ini, Putra Elvy Sukaesih Bawa Samurai dan Lempar Kaca Pedagang Kelontong

Baca: Begini Hasil Observasi Sparta Anjing Bima Aryo Pasca Menerkam ART hingga Tewas

Baca: Produk Sambal Pertama di Papua, 500 Sambal Baba Dipasarkan dalam Expo Fesyar KTI 2019

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved