Berita Nasional

Pro Kontra Usulan Masa Jabatan Kades Jadi 9 Tahun, Mendes PDTT Sebut Bisa Dipecat Jika Tak Becus

Usulan masa jabatan kades jadi 9 tahun menuai pro kontra, Mendes PDTT minta masyarakat tak khawatir. Bisa dicopot jika tak becus.

Editor: Achmad Maudhody
DOK. Humas Kemendesa PDTT
Mendes PDTT. Usulan masa jabatan kades jadi 9 tahun menuai pro kontra, Mendes PDTT minta masyarakat tak khawatir. Bisa dicopot jika tak becus. 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Usulan terkait perpanjangan masa jabatan kepala desa dari 6 menjadi 9 tahun menjadi isu hangat beberapa waktu belakangan dan menuai pro-kontra.

Terkait hal ini, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar memberikan penekanan terkait usulan tersebut.

Ditegaskannya, jika usulan itu ditetapkan dan jabatan kepala desa menjadi 9 tahun, bukan berarti seorang kepala desa lepas dari akuntabilitas.

Sebab, jika kinerjanya buruk, kades bisa diberhentikan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

"Masyarakat jangan khawatir, karena pemerintah dalam hal ini Kemendagri punya kewenangan memberhentikan kades yang kinerjanya sangat buruk," ujar Abdul Halim dilansir dari siaran pers Kemendes PDTT, Jumat (20/1/2023).

"Dengan begitu, warga desa tidak perlu menunggu selama sembilan tahun untuk mengganti kades yang kinerjanya sangat buruk," katanya lagi.

Abdul Halim mengungkapkan, ada mekanisme bahwa Menteri Dalam Negeri (Mendagri) atas nama presiden berhak memberhentikan bupati atau wali kota ketika kinerjanya sangat buruk.

"Nah, kalau bupati dan wali kota saja bisa diberhentikan ditengah jalan apalagi kades,” ujarnya.

Abdul Halim mengatakan, masa jabatan kades yang diusulkan selama sembilan tahun akan memberikan banyak manfaat bagi masyarakat desa.

Baca juga: Bakal Kedatangan Banyak Turis Mancanegara Asal China, Presiden Joko Widodo : Yang Penting Prokes

Salah satunya, para kades akan punya lebih banyak waktu untuk mensejahterakan warganya.

Selain itu, pembangunan di desa dapat lebih efektif dan tidak terpengaruh oleh dinamika politik akibat pemilihan kepala desa (pilkades).

"Yang diuntungkan dengan kondisi ini adalah warga. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah warga masyarakat tidak perlu terlalu sering menghadapi suasana ketegangan yang tidak produktif. Karena yang enggak produktif enggak cuma kepala desanya tapi juga warganya," kata Abdul Halim.

Lebih lanjut, ia mengatakan, fakta konflik polarisasi pasca-pilkades nyaris terjadi di seluruh desa.

Akibatnya, pembangunan tersendat dan beragam aktivitas di desa juga terbengkalai.

“Artinya, apa yg dirasakan kepala desa sudah saya rasakan bahkan sebelum saya jd Ketua DPRD. Saya mengikuti tahapan politik di pilkades. Saya mencermati bagaimana kampanye yang waktu itu,” ujar kakak politisi Muhaimin Iskandar itu.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved