Berita Banjarmasin
Perdagangan Konvensional Tergerus Toko Online, Pengamat Ekonomi ULM Banjarmasin Beri Saran
Perdagangan konvensional menurun seiring meningkatnya penjualan online. Pemerintah memberi sinyal melarang platform media sosial merangkap e-commerce.
Penulis: Salmah | Editor: Edi Nugroho
BANJARMASINPOST.CO.ID-Perdagangan konvensional nasional menurun seiring meningkatnya penjualan secara online.
Pemerintah memberi sinyal melarang platform media sosial merangkap e-commerce. Hal ini disampaikan Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki. Dia melarang TikTok menjalankan media sosial dan penjualan secara bersamaan.
Menanggapi kondisi ini, Dr Arief Budiman, dosen Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Lambung Mangkurat (ULM), mengatakan tidak tepat menghapus atau melarang media sosial yang punya fitur berjualan.
“Apa yang terjadi saat ini adalah perkembangan zaman. Media sosial suatu kebutuhan. Semestinya kita memanfaatkan semaksimal mungkin. Berusaha beradaptasi dengan perubahan,” ujarnya.
Baca juga: Puluhan Pedagang Pasar Martapura Tutup Kios, Penjual Grosir Tanah Abang Beralih ke Online
Baca juga: Malam ke-14 Pesta Rakyat Pernikahan Anak Crazy Rich Binuang, Guru Udin Tausiah di Kediaman Haji Ciut
Faktanya, lanjut Arief, kondisi ini terjadi global atau seluruh dunia. Jadi efeknya sudah merata, yaitu perubahan pola konsumsi orang berbelanja ke arah online, karena memang banyak kemudahan.
“Pertama transparansi harga, orang bisa melihat harga yang jelas bahkan ada yang boleh negosiasi. Kedua, kemudahan mengakses dan kenyamanan berbelanja, antara lain tidak perlu parkir atau berjubel, cukup dalam genggaman,” kata Arief.
Ketiga, kemudahan dalam pembayaran apakah itu melalui transfer antar rekening bank, aplikasi dompet virtual, maupun layanan pembayaran lainnya.
Keempat, ini terjadi perubahan besar pola konsumsi ini adalah saat Covid-19 dan berlanjut hingga sekarang.
“Kekurangan yang ada, masih banyak pemilik toko offline atau di pasar-pasar yang tidak punya kompetensi berjualan online apakah di marketplace atau sosial media, sebab tidak punya pengetahuan,” ungkapnya.
Berdagang via Instagram hanya posting tapi tidak tahu bahwa ada teknik tertentu, ada tips dan trik, misal mestinya menggunakan Instagram for business, Facebook for business, jadi bukan aplikasi yang biasa.
Pemerintah daerah juga tidak melihat dampak penjualan online terhadap pedagang konvensional yag akhirnya banyak gulung tikar, padahal itu berdampak pada PAD (Pendapatan Asli Daerah) menurun.
“Saat ini pemerintah harus membantu pedagang agar mereka juga punya toko online. Pemerintah menyiapkan pedagang dengan memberi keterampilan, antara lain bagaimana membuat foto dan video menarik, sehingga kontennya menarik,” jelasnya.
Dengan penguasaan teknologi, maka kompetensi pedagang meningkat dan mampu bersaing serta mengikuti tren perdagangan saat ini.
Baca juga: Sidang Dugaan Korupsi Penyaluran Kredit Kupedes di Banjarbaru, Tiga Saksi Berikan Keterangan
“Multiplayer effect sebuah pasar itu adalah banyak industri turunan yang tergantung di dalamnya, ada parkir, warung dan pedagang kuliner lainnya, buruh angkut, angkutan umum, serta lainnya,” papar Arief.
Jadi pembelajaran digital marketing harus diberikan pada pedagang pasar. Dan setelah paham namun bagi pedagang yang tidak mampu menangani sendiri, maka perlu mempekerjakan sumberdaya manusia yang khusus menangani online.
| Mulai 2026 Warga Miskin Non-BPJS di Kalsel Terancam Tak Bisa Berobat Gratis, Ini Pemicunya |
|
|---|
| Terlibat Kasus Peredaran Gelap Narkotika, Hermi Tertunduk Lesu Saat Dituntut JPU 8,5 Tahun |
|
|---|
| Cek Harga dan Stok Bapokting, Satgas Pangan Ditreskrimsus Polda Kalsel Turun ke Pasar Kalindo |
|
|---|
| Pemko Banjarmasin Bakal Tertibkan Pedagang Yang Menggunakan Lahan Trotoar |
|
|---|
| Tertibkan Pedagang di Trotoar, Dishub Banjarmasin Ajak Komunikasi dan Sosialisasi Pelaku Usaha |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.